GOOD GOVERNANCE
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
mata kuliah:
Civic Education
Dosen Pengampu: Sudirman. L
Disusun Oleh:
Siti Mutiah
SEMESTER 2B
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ParepareYayasan KH. Sufyan Tsauri
Sekolah Tinggi Agama Islam Sufyan Tsauri
(STAIS)
Tahun Akademik 2014/ 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “GOOD GOVERNANCE” dalam memenuhi tugas mata kuliah Civic Education, diampuh
oleh Drs. Salamun, M.Pd.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena kami masih dalam tahap
belajar. Oleh
karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Untaian terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini, yang telah
memberikan dorongan dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Majenang, 17 april 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................................... ii
BAB
I
Pendahuluan...................................................................................................................... 1
a. Latar
Belakang...................................................................................................... 1
b. Rumusan
Masalah................................................................................................. 1
c. Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB
II
Pembahasan
a. Pengertian
pemerintahan....................................................................................... 2
b. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik................................................................. 2
c. Good governance dan
kontrol sosial..................................................................... 6
d. Gerakan anti
korupsi............................................................................................. 9
e. Tata kelola
pemerintahan yang baik dan kinerja birokrasi pelayanan public......... 11
f. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja birokrasi............................................. 12
BAB III
Penutup............................................................................................................................. 14
a. Kesimpulan............................................................................................................ 14
b. Daftar
Pustaka....................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Tata
laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam
organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana
pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala
sesuatu akan menjadi sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi
penyalah-gunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia,
mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik
sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan.
Istilah good governance ini merupakan wacana yang mengiringi gerakan
reformasi. Wacana good governance seringkali dikaitkan dengan tuntutan akan
pengelolaan pemerintah yang profesional, akuntabel, dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Pemerintahan yang bersih dari KKN adalah bagian
penting dari pembangunan demokrasi, HAM, dan masyarakat madani di Indonesia.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian dari good governance?
2.
Apa sajakah prinsip-prinsip pokok dalam mewujudkan good
governance?
3.
Bagaimana cara mengelola tata pemerintahan yang baik dalam
sistem pemerintahan suatu negara?
C.
Tujuan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan Saudara mampu
untuk:
1.
Memahami pengertian good governance.
2.
Memahami pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam
tata kelola pemerintahan yang akuntabel.
3.
Memahami kebijakan pemerintah terkait dengan paradigma
good governance.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemerintahan
Pemerintahan secara popular sering
disebut dengan good governance. Istilah Good governance ini secara umum
diterjemahkan dengan pemerintahan yang baik, meskipun istilah aslinya memandang
luas dimensi governance tidak sebatas hanya menjadi pemerintahan saja. Selain
itu good governance dapat juga diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku
yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan
kehidupan keseharian. Sedangkan pemerintahan dalam artian umum adalah
lembaga atau badan-badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai
tujuan Negara. Pemerintahan dalam artian luas adalah
segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan Negara. Pada dasarnya
konsep good governance memberikan rekomendasi pada system pemerintahan yang
menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga Negara baik di tingkat pusat
maupun daerah, sektor swasta dan masyarakat madani.
B.
Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik
Pemerintah adalah organisasi yang
memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di
wilayah tertentu. Berikut sembilan aspek fundamental (asas) dalam perwujudan
good governance, yaitu :
1. Partisipasi (Participation)
Semua warga negara berhak terlibat
dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk
mewakili kepentingan mereka. Paradigma sebagai center for public harus diikuti
dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik
dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan
memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan
biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat.
Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya
diwujudkan dengan pajak.
2. Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan
pemerintah yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang
berwibawa. Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional.
Karena suatu hukum bersifat tegas dan mengikat. Perwujudan
good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan
hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
- Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan
unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan
tega dan dijamain pelaksanaannya secara benar serta independen.
- Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa
dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan
tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.
- Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum
disusun berdasarkan aspirasi msyarakat luas, dan mampu mengakomodasi
berbagai kebutuhan publik secara adil.
- Penegakan hukum yang konsisten dan
nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang
tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat
penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan
sanksi.
- Independensi peradilan, yakni peradilan yang
independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum
begitu baik dan dinodai oleh aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh
kecilnya yaitu kasus suap jaksa.
3. Tranparasi (Transparency)
Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini bangsa indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat
parah. Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan
korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak baik. Dalam pengelolaan
negara, Goffer berpendapat bahwa
terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparasi, yaitu :
- Penetapan posisi dan jabatan.
- Kekayaan pejabat publik.
- Pemberian penghargaan.
- Penetapan kebijakan yang terkait dengan
pencerahan kehidupan.
- Kesehatan.
- Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan
publik.
- Keamanan dan ketertiban.
- Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan
masyarakat.
4. Responsif (Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa
pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum.
Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat
menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan
mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus
memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar
memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang
menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik.
Orientasi kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation).
Asas konsensus adalah bahwa setiap
keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah. Cara pengambilan
keputusan secara konsensus akan mengikat sebagian besar
komponen yang bermusyawarah dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan
keputusan. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan maka
akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili selain itu
semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan
umum maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya dan akuntanbilitas
pelaksanaannya dapat semakin di
pertanggungjawabkan.
5. Keadilan dan Kesetaraan (Equity)
Asas kesetaraan dan keadilan adalah
kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Pemerintah harus bersikap dan
berprilaku adil dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal
perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas sosial.
6. Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi
(Efficiency)
Yaitu pemerintah harus berdaya guna
dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk
yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai
kelopok dan lapisan sosial. Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan
rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin
kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran maka pemerintah
dalam kategori efisien.
7. Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah
pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya
kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap
pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan,
perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang
dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih
dan berwibawa.
8. Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang.
Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good governance. Dengan
kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan
akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Tidak sekedar memiliki
agenda strategis untuk masa yang akan datang, seorang yang menempati jabatan
publik atau lembaga profesional lainnya harus mempunyai kemampuan menganalisis
persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
C. Good
governance dan kontrol sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang
baik berdasarkan prinsip-prinsip pokok good governance,
setidaknya harus melakukan lima aspek pelaksanaan prioritas program, yakni :
1. Penguatan fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
Penguatan peran lembaga perwakilan
rakyat, MPR, DPR, DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi mereka
sebagai pengontrol jalannya pemerintahan. Selain melakukan check and balances ,
lembaga legislatif juga harus mampu menyerap dan mengartikulasikan aspirasi
masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat kepada lembaga eksekitif.
2. Kemandirian Lembaga Peradilan
Kesan yang paling buruk dari
pemerintahan orde baru adalah ketidak mandirian lembaga peradilan. Intervensi
eksekutif terhadap yudikatif masih sangat kuat,sehingga peradilan tidak mampu
menjadi pilar terdepan dalam penegakan asas rule of law. Hakim, jaksa dan
polisi tidak bisa dengan leluasa menetapkan perkara. Era reformasi sebagai era
pembaharuan juga masih belum memberikan angin segar bagi independensi lembaga
peradilan, karna mainstream pembaharuan independensi lembaga peradilan sampai
saat ini belum jelas. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
berdasarkan prinsip good governance, peningkatan profesionalitas aparat penegak
hukum dan kemandirian lembaga peradilan mutlak dilakukan. Akuntabilitas aparat
penegak hukum dan lembaga yudikatif merupakan pilar yang menentukan dalam
penegakan hukum dan keadilan.
3. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh
Integritas
Birokrasi di Indonesia tidak hanya
dikenal buruk dalam memberikan pelayanan publik, tapi juga telah memberi
peluang berkembangnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Dengan demikian pembaharuan konsep, mekanisme dan paradigma aparatur negara
dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayanan rakyat) harus
dibarengi ddengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran
birokrasi pemerintah. Akuntabilitas jajaran birokrasi akan berdampak pada
naiknya akuntabilitas dan legitimasi birokrasi itu sendiri. Aparatur birokrasi
yang mempunyai karakter tersebut dapat bersinergi dengan pelayanan birokrasi
secara cepat, efektif, dan berkualitas.
4. Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif
Peningkatan partisipasi masyarakat
adalah unsur penting dalam merealisasikan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik mutlak
dilakukan dan difasilitasi oleh negara. Masyarakat mempunyai hak untuk
menyampaikan usulan, mendapat informasi, dan hak untuk melakukan kritik
terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kritik dapat dilakukan melalui
lembaga-lembaga perwakilan, pers maupun dilakukan secara langsung lewat
dialog-dialog terbuka dengan jajaran birokrasi bersama LSM, partai politik, maupun
organisasi sosial lainnya. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dalam Kerangka
Otonomi Daerah.
Salah satu kelemahan dari
pemerintahan masa lalu adalah kuatnya sentralisasi kekuasaan pada pemerintah
pusat, sehingga potensi-potensi daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
Kebijakan ini menimbulkan akses yang amat parah, karena banyak daerah yang amat
kaya dengan sumber daya alamnya, justru menjadi kantong-kantong kemiskinan
nasional. Untuk merealisasikan prinsip-prinsip good governance, kebijaksanaan
ekonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transformasi pewujudan model
pemerintahan yang menopang tumbuhnya kultur demokrasi di Indonesia. Lahirnya UU
No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah memberikan wewenang pada
daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik,
ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan
pelaksanaan otonomi daerah pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan
secara lebih cepat agar pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.
Implementasi otonomi daerah di
Indonesia dapat dilihat sebagai sebuah strategi yang memiliki tujuan ganda.
Pertama, diberlakukannya otonomi daerah merupakan strategi dalam merespons
tuntutan masyarakat di daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing
of powers, distribution of incomes, dan kemandirian sistem manajemen di daerah.
Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat
perekonomian daerah dalam memperkokoh perekonomian nasional menuju kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat.
Demikian pula dengan semakin
besarnya partisipasi masyarakat, desentralisasi kemudian akan mempengaruhi
komponen pemerintahan lainnya, seperti bergesernya orientasi pemerintah dari
command and control menjadi berorientasi pada demand (tuntutan) and public
needs (kebutuhan public). Orientasi inilah kemudian akan menjadi dasar bagi
pelaksanaan peran pemerintah sebagi stimulator, fasilitator, koordinator dan
entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembagunan. Oleh
karenanya, otonomi daerah akan menjadi formulasi yang tepat apabila diikuti
dengan serangkaian perubahan di sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik
tidak saja sekedar perubahan format institusi, akan tetapi mencakup pembaharuan
alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik
tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel sehingga
cita-cita mewujudkan good governance benar-benar akan tercapai. Cara untuk
menggunakan khazanah kekayaan negara itu dengan sebaik-baiknya ialah:
- Melibatkan rakyat atau paling tidak orang miskin
untuk memiliki saham dalam mengusahakan pengeluaran khazanah itu. Dengan
diberikan saham kepada mereka secara subsidi dari pemerintah.
- Membuat perusahaan untuk mengusahakan pengeluaran
kekayaan bumi tsb, supaya hasilnya merata dan melimpah-ruah kepada negara
dan rakyat, sekaligus menambah pendapatan rakyat.
- Good Governance dan Gerakan
Antikorupsi. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan
umum dan Negara secara spesifik. Korupsi menjadi penyebab ekonomi menjadi
berbiaya tinggi, politik yang tidak sehat, dan kemerosotan moral bangsa
yang terus - menerus merosot.
1) Gerakan
Antikorupsi
CEREMY Pope menawarkan
strategi untuk memberantas korupsi yang mengedepankan control kepada dua unsur
paling berperan di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang korupsi; kedua,
keinginan korupsi. Menurutnya, korupsi terjadi jika peluang dan keinginan dalam
waktu bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara membalikkan siasat ”laba
tinggi, risiko rendah” menjadi “laba rendah, risiko tinggi”; dengan cara menegakkan
hukum dan menakuti secara efektif, dan menegakka mekanisme akuntabilitas.
Penanggulangan tindakan korupsi
dapat dilakukan antara lain dengan:
Pertama, adanya
political will dan political action dari pejabat Negara dan pimpinan lembaga
pemerintah pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif
pencegahan dan pemberantasan perilaku dan tindak pidana korupsi. Tanpa kemauan
kuat pemerintah untuk memberantas korupsi di segala lini pemerintahan, kampanye
pemberantasan korupsi hanya slogan kosong belaka.
Kedua, penegakan
hokum secara tegas dan berat. Proses eksekusi mati bagi koruptor di Cina,
misalnya, telah membuat sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha di negeri itu
menjadi jera untuk melakukan tindak korupsi. Hal yang sama terjadi pula di
Negara-negara maju di Asia, seperti Korea Selatan, Singapura, dan Jepang
termasuk Negara yang tidak kenal kompromi dengan pelaku korupsi. Tindakan
tersebut merupakan shock therapy untuk membuat tindakan korupsi berhenti.
Ketiga, membangun
lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi, misalnya, Komisi
Ombudsman sebagai lembaga yang memeriksa pengaduan pelayanan administrasi
publik yang buruk. Pada beberapa Negara, mandat Ombudsman mencakup pemeriksaan
dan inspeksi atas sistem administrasi pemerintah dalam hal kemampuannya
mencegah tindakan korupsi aparat birokrasi. Di Indonesia telah di bentuk Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK), Tim Penuntasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor)
dengan tugas melakukan investigasi individu dan lembaga, khususnya aparatur di
pemerintah yang melakukan korupsi. Selain lembaga bentukan pemerintah,
masyarakat juga membentuk lembaga yang mengemban misi tersebut, seperti
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga sejenis.
Keempat, membangun
mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terlaksananya praktik good
governance, baik di sektor pemerintah, swasta atau organisasi kemasyarakatan.
Kelima, memberikan
pendidikan antikorupsi, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan
nonformal. Dalam pendidikan formal, sejak pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi diajarkan bahwa nilai korupsi adalah bentuk lain dari kejahatan.
Keenam, gerakan agama antikorupsi,
yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan dan mengembangkan spiritualitas
antikorupsi.
2) Tata kelola kepemerintahan yang baik dan kinerja
birokrasi pelayanan publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik
adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah
maupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang bisa memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instasi pemerintah,
melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instasi
pemerintah bermotif sosial dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta
juga mencari dukungan suara. Sedangkan, pelayanan publik oleh pihak swasta
bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan. Ada beberapa alasan mengapa
pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan
penerapan good governance di Indonesia :
- Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi area
di mana Negara yang di wakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga
nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan mendorong
tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.
- Kedua, pelayanan publik adalah wilayah dimana
berbagai aspek good and clean governance bisa diartikulasikan secara lebih
mudah.
- Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan
semua unsur governance, yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar.
Dengan demikian, pelayanan publik menjadi tidak pangkal efektifnya kinerja
birokrasi.
Kinerja birokrasi adalah ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator
sebagai berikut ini :
- Indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu
yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang
atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan
sebagainya.
- Indikator proses (process), yaitu sesuatu yang
berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian antara
perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
- Indikator produk (outputs), yaitu sesuai yang
diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik maupun
nonfisik.
- Indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu
yang mencerminkan berfungsinya produk kegiatan pada jangka menengah (efek
langsung).
- Indicator manfaat (benefit), adalah segala
sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanan kegiatan.
- Indikator dampak (impacts), adalah pengaruh yang
ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator
berdasarkan asumsi yang telah di tetapkan.
3) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi
Kinerja birokrasi di masa depan akan
dipengaruhi oleh faktor- faktor berikut ini:
·
Struktur biroksasi sebagai hubungan
internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas birokrasi.
·
Kebijakan pengelolaan, berupa visi,
misi, tujuan, sasaran, dan tujuan dalam perencanaan strategis pada birokrasi.
·
Sumber daya manusia, yang berkaitan
dengan kualitas kerja dan kapasitas diri untuk bekerja dan berkarya secara
optimal.
·
Sistem informasi manajemen, yang
berhubungan dengan pengelolaan data base dalam kerangka mempertinggi kinerja
birokrasi. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan birokrasi pada setiap aktifitas
birokrasi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Good
governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam
mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat
dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien,
responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta
transparan. Prinsi-prinsip tersebut tidak hanya terbatas dilakukan dikalangan
birokrasi pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan lembaga-lembaga nonpemerintah.
Untuk
merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang bersandar pada
prinsip-prinsip good governance, Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan
sembilan aspek fundamental (asas) dalam good governance yang harus
diperhatikan, yaitu:
1.
Partisipasi (participation).
2.
Penegak hukum (rule of law).
3.
Transparansi (transparency).
4.
Responsif (resposiveness).
5.
Orientasi kesepakatan (consensus orientation).
6.
Keadilan (equity).
7.
Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi
(eficiency).
8.
Akuntabilitas (accountability).
9.
Visi strategis (strategic vision).
Untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik, maka setidaknya dapat dilakukan melalui
pelaksanaan prioritas program, yakni:
1. Penguatan
fungsi dan peran lembaga perwakilan.
2. Kemandirian
lembaga peradilan.
3. Profesionalitas
dan integritas aparatur pemerintah.
4. Penguatan
partisipasi masyarakat madani (civil society).
5. Peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau
kepentingan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2006, Demokrasi, HAM,
dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi I
A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2006, Demokrasi, HAM,
dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi II
A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2008, Demokrasi, HAM,
dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi
III
Azyumardi, 2003, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi I
Edukatif
Blog By Ary Anshorie Published:
2012-11-14T01:59:00+07:00 Kebijakan dan Strategi Menuju Pemerintahan Yang Baik
4.9 99 reviews