Tampilkan postingan dengan label Kehidupan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kehidupan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 September 2014

APAKAH KARTINI

APAKAH KARTINI

kartini, apakah kau akan tersenyum
tahu astronot wanita kita gagal mengangkasa lantaran keburu tua
sementara amerika menunda peluncuran pesawatnya
dan kita belum mampu meracik roket sendiri

kartini, apakah kau akan tertawa
lantaran sekarang wanita dapat menjadi birokrat
atau wakil rakyat di parlemen
bahkan presiden

kartini, apakah kau akan menangis
lantaran kini untuk yang pertama kali
presiden wanita kita sudah turun tahta
dan entah nanti apakah terpilih lagi atau frustasi

kartini, apakah kau akan menderita
tatkala di koran kau baca
ada ibu rumah tangga rela menjadi pengedar ganja dan narkoba
untuk membantu suaminya menghadapi keruwetan ekonomi
atau seorang ibu yang membunuh suami
lantaran selingkuh dengan teman sendiri

kartini, apakah kau akan susah
ketika kau jumpa para remaja
kehormatannya diobral murah
di tanah sendiri atau di negeri tetangga

kartini, kalau kau lahir di jaman ini
mungkin bingung mencari arti emansipasi
seperti kami linglung mengingat nama dan arti kartini

untung kau lahir 127 tahun lalu
sehingga tak mengalami,
betapa susahnya menjadi wanita berkelamin ganda;
ibu rumah tangga sekaligus pekerja!
pelangi, mojosongo-solo, 25 april 2004

Aku dan Sebuah Catatan

Aku dan Sebuah Catatan
Karya: Abd. Rahman/Ame’ Parepare, 26/09/2014

Dari rumah menuju sebuah persimpangan
terdengar seruan Adzan dengan nyaring nan merdu
memanggil jiwa untuk segera berserah kepadaNya yang Kuasa
jelas kepada jiwa yang masih sibuk mengurusi perkara dunia

Di persimpangan itu
suara bernada Tanya Menghadang jiwa
yang mungkin telah kehilangan arah

Engkau Mau Kemana Nak ?
katanya, seorang perempuan parubaya sedang mananyaiku
diam dan tanpa untaian kata yang kuberi sebagai jawaban,
namun dalam hati ku berucap
“akan ku jawab tanyamu dalam sebuah catatan”

Perempuan itu diam dan lekas pergi
Hingga Adzan Masjid kampung sebelahpun tak terdengar lagi
namun ke dua kakiku masih saja kaku dan tak beranjak pergi

Hey sang angin yang berhembus pelan
bawa aku terbang jika kakiku tak mampu lagi melangkah
terbangkan Aku setinggi mungkin
walau tanpa sayap sekalipun

hey Sang dewa pengkelana
tuntun Aku menyusuri jalan yang tak bertanda ini
bawa Aku ke tempat
dimana tiada kata yang tak bermakna
tiada Tanya yang tak terjawab
dan tiada cinta yang tak terbalas

dan kuharap tak seperti tempatku saat ini
yang di penuhi kata-kata kebohongan
yang di penuhi Tanya yang menyesatkan
dan cinta kasih yang telah di lenyapkan

hingga sampai tiba waktuku tak kembali
ceritakan diriku kepada tempat asalku
walau hanya dengan sebuah catatan

Kamis, 25 September 2014

Mengapa Kita ngeBlog ? (cerita P.U & Sarri)

Mengapa Kita ngeBlog ? (cerita P.U & Sarri)
Amarah-26/09/2014
 
Artikel ini sengaja kutulis tentunya dengan rada-rada iseng tapi bisa juga dibilang serius karena bisa saja menjadi salah satu platform untuk sarana ngeblog dan bulan depan tanggal 27 Oktober diperingati sebagai Hari Blogger Nasional atau Hari Narablog Nasional(selamat Ulang tahun). Jaman dahulu kala ada insan yang saling bersahabat karib bernama Uma biasanya akrab dipanggil P.U (gg tau bagaimana sejarahnya sehingga bisa demikian) dan Wandi yg biasanya dipanggil sarri (masih bingung sejarahnya sehingga bisa demikian juga masi sangat samar-samar) mereka berdua berdiri didepan Dekkernya Wahi sembari menghisap rokoknya dengan merek Clas Mild (meskipun kelihatan bermerek tapi hutang masih menumpuk dipenjual rokok hehehe). P.U kelihatan Kesal kelihatan dari mukanya yang ditekuk, usut punya usut dan diteruskan dengan cek per-cek teryata mereka bimbang dan Bingung karena mereka bingung mengapa kita Kegilaan Ngeblog sampai-sampai harus mengeluarkan banyak Uang untuk main blog mereka laksana kesakitan yang divonis bersalah oleh hakim tampa bisa mengajukan banding ke pengadilang  tinggi dan sepertinya permintaan grasi pun juga sudah tertutup kalau kita tidak ngeblok dalam sehari. (coba bayangkan)


Setelah merenung dipinggir Dekker sambil jongkok, si sarri berpendapat seperti ini dalam dunia yang serba demokrasi ini (cie-cie...woe mana Heleng..heleng 3x) tentu perbedaan adalah sebuah hal yang sah-sah saja Ngeblog adalah sebuah pilihan yang berbeda-beda ada yang menganggap Ngeblog adalah sebuah keputusan tidak lain karena dorongan dari pada Hobby semata mereka merasakan kenikmatan tiada tara laksana memakan Durian Otong Made in pusuk ketika mereka mampu membuat sebuah postingan dan dikomentari oleh orang lain


Dan ada juga orang yang ngeblog karena urusan bisnis karena Ngeblog banyak orang bisa menghasilkan Uang lewat Ngeblognya maka tidak heran kalau saya membaca postingan dari blog sebelah menulis banyak orang meninggalkan pekerjaanya yang digaji perbulan 3 juta diperusahaan meninggalkan karena penghasilanya ngeblog diatas 3 juga perbulanya bahkan sampai puluhan juta mereka bisa dapatkan dengan jalur Ngeblog.percaya atau percaya bangeet terserah yang jelasnya opsinya cuman itu gg ada alternatif lainya.hehehe (pemaksaan)


Dengan Ngelog kita bisa menambah skil kita terutama dalam hal pengetahuan, kok bisa ya... ? ya bisa lah... karena di blog kita akan disuguhi dengan menambah postingan kita. Kita akan diajak trus untuk menulis yang tentunya sesuai dengan kebutuhan pasar bagi para pengguna internet, maka otak kita akan dipaksa berputar-putar (awas bisa gila boz) untuk membuat sebuah tulisan/artikel agar menarik untuk dibaca bagi khalayak. Bisa dibayangkan, gg dibayangkan juga gg apa-apa yang penting dibaca dengan saksama hehe ratusan juta orang menggunakan internet setiap harinya, hal inilah yang membuat para bloger memacu untuk trus menambah kreatif kita dalam membuat sebuah postingan yang enak dipandang mata bukan dipandang sebelah mata hehehe


Penjelasan yang dangkal dan subjektifisme dari si sarri, si PU belum bisa menerima dengan ikhlas dan lapang dada. Maka si sarri melanjutkan kembali Penjelasanya Ngeblog itu mempunyai 3 jurus yang akan tumbuh dalam diri para blogger yang pertama adalah nilai seni waaaoww.......karena dengan tumbuhnya cinta sejati dalam diri para blog maka seni untuk mempercantik blok kita akan nampak, seni mengatur tata letak, widget, warna, latar, template, bagaimana sehingga enak  tenang pengunjung yang datang ke blok, semua itu lahir dari buah ide-ide cantik seni.


Trus yang kedua adalah postingan atau tulisan yang akan kita masukkan kedalam blog kita tentu seperti yang saya jelaskan diatas tadi adalah sebuah barang yang tidak datang begitu saja dia lahir dari sebuah bentuk karya cipta yang butuh ketelitian dan pengalaman yang mumpuni sehingga dapat menghasilkan sebuah tulisan yang bisa dibaca oleh pengunjung, kalau tulisan yang tidak bermamfaat kita masukkan kedalam blog kita maka yakinlah fens-fens (artis korea kapang) kita akan kabur. Maka dari itu kita membutuhkan sebuah ketelitian pengalaman dan pengetahuan untuk bisa membuat sebuah postingan
Trus yang ketiga adalah apa ?? tunggu dulu penulis akan membuat kopi dulu berhubung si penulis lagi mau minum kopi siapa tau dengan minum kopi penulis bisa Ganteng heheh


Yang terakhir adalah publikasi seorang blogger ditantang untuk bagaimana  mempublikasikan bloggernya tentunya dengan berbagai macam cara dilakukan disini dibutuhkan sebuah keahlian untuk dapat mempublikasikan agar bisa blog kita terjangkau dikalangan orang banyak, biasanya orang berbondong-bondong bagaimana agar beranda pencarian google tampil dihalaman utama setiap orang melihat pastingan yg kita buat dan pasti menjadi impian para blogger agar bisa postingan yang kita tampilkan muncul halaman utama


Melihat si PU lagi Galau dengan penjelasan tersebut maka tulisan ini bersambung minggu depan semoga tulisan ini gg bermutu selamat dan terimah kasih

Kamis, 11 September 2014

PEREMPUAN DI PERSIMPANGAN

PEREMPUAN DI PERSIMPANGAN
Cerpen Karya Vinka Aprilla Patricia

Dengan cepat Seruni mengayuh sepedanya. Melewati jalanan yang berlubang dan sedikit berbatu. Rencananya sepulang sekolah ia akan menyelesaikan tugas menggambarnya bersama Nata.
Bunyi dedaunan kering yang tergilas roda sepeda Seruni mengiringi perjalanannya. Sampai di persimpangan gerbang komplek. Seulas senyum mengembang di wajah manis Seruni, dia bisa sampai lebih cepat hampir setengah jam ke rumah dari biasanya. Saat melintasi persimpangan komplek, nampak seorang perempuan muda yang cantik duduk termenung. Seruni mengerem mendadak sepedanya, hingga hampir membuatnya terjatuh.
Perempuan cantik itu duduk sendirian. Pakaiannya serba hitam dan menggenggam setangkai mawar, kepalanya tertunduk seakan menghitung butiran pasir yang ada di bawah kakinya. Namun, karena buru-buru, Seruni segera meninggalkan perempuan itu, walau dengan hati yang masih penasaran.

Sesampainya di rumah, Seruni segera menyiapkan peralatan menggambarnya, ibu yang melihat tingkah Seruni yang terburu-buru sampai heran dibuatnya.
“ Ni, kamu mau kemana? Kok buru-buru banget?” tegur ibu
“Seruni mau ngerjain tugas menggambar, Bu”
“Yaudah, tapi kamu makan dulu sana!” perintah ibu
“Uni buru-buru, Bu! Nanti aja deh makannya!”
“Kamu kan baru pulang, Ni. Pasti capek, sedikit aja biar gak sakit”

Seruni menuruti perintah ibunya. Dia menyendokkan nasi dengan terburu-buru ke dalam mulutnya.
“Pelan-pelan, Ni! Nanti tersedak!” suara ibu membuat pola makan Seruni melambat, dan stabil seperti seharusnya. Setelah menghabiskan makan siangnya, Seruni mengambil sepeda yang di senderkan di pohon pekarangan rumahnya.
“Pulangnya jangan kesorean, Ni!” pesan ibu, suaranya terbawa desiran angin sembari mengiringi kepergian Seruni yang semakin menjauh.
Sampai di persimpangan komplek, perempuan itu masih berada di sana, kali ini mengenakan selendang hitam yang dililitkan di kepala menjadi sebuah kerudung. Seruni menghentikan laju sepedanya beberapa meter dari perempuan itu, baru kali ini ia melihat perempuan itu. Dengan gaya misterius, dan tak ada yang memperhatikannya.

Sayangnya, Seruni sedang tidak banyak waktu, lagi-lagi ia berlalu meninggalkan perempuan itu. Senja telah tiba saat Seruni pulang dari rumah Nata. Kini perempuan itu telah menghilang entah kemana, Seruni sempat mencarinya di sekitar persimpangan, namun hasilnya nihil.
“Wah, aku bisa dimarahi, ibu!” pekik Seruni begitu melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 18.37 WIB. Ia memutuskan untuk segera pulang.
*

Semilir angin pagi segera menyeruak begitu Seruni membuka jendela kamarnya. Nyanyian merdu para burung menemani pagi Seruni hampir setiap hari. Sungguh, Tuhan telah menciptakan segalanya dengan amat sangat indah.
Seruni berdiri di depan daun jendela kamar yang dibuka lebar, dihirupnya udara pagi yang menyegarkan itu sebanyak-banyaknya, sekuat yang bisa di tampung paru-parunya. Dan perlahan ia menghembuskan udara menyegarkan yang penuh dengan oksigen itu menjadi karbondioksida. Rasanya ingin melakukannya berulang-ulang, sayangnya Seruni harus segera berangkat sekolah. Dengan malas ia meraih handuk yang tersimpan rapi di laci dan bergegas mandi.
“Ni! Seruni! Sarapan!” panggilan ibu menyadarkan Seruni yang tengah terdiam di depan jendela. Tiba-tiba ia teringat perempuan yang kemarin ditemuinya.
“Iya, Bu!”

Dengan langkah terburu-buru Seruni meraih tas ranselnya, dan berjalan menuruni anak-anak tangga.
“Cepat, Ni! Nanti terlambat!” tutur ibu begitu Seruni duduk di meja makan, ia hanya mengangguk mengiyakan perkataan ibu.
“Bu, aku berangkat!” ucap Seruni begitu selesai menghabiskan sarapannya
“Hati-hati ya, Ni!” pesan ibu. Seruni segera mencium punggung tangan ibu, dan segera mengayuh sepedanya.

Tiba di persimpangan komplek. Perempuan itu tengah duduk menyendiri, kerudung hitam yang dipakainya nampak telah lusuh.
“Seruni!” seseorang menyerukan namanya. Seruni memalingkan wajahnya dan mendapati Kinan di sana.
“Eh, Kinan. Ngagetin aja!”
“Hehe, maaf. Berangkat bareng, yuk!” tawarnya, Seruni mengangguk.
*

Kebetulan hari ini para guru mengadakan rapat di sekolah, Seruni pulang lebih cepat. Tiba di persimpangan. Perempuan itu tetap duduk, kali ini sambil memegangi perutnya, wajahnya tampak pucat, serta sesekali ia meringis.

Sekian lama Seruni memperhatikan perempuan ini, tapi belum pernah ia menegurnya atau sekedar berbasa-basi dengannya, dia juga tak pernah melihat orang lain melakukannya.
“Permisi” lontar seruni ragu-ragu
Perempuan itu mendongak, air matanya menggenang.
“Ibu kenapa?” Tanya Seruni. Namun, perempuan itu hanya diam sambil tetap memegangi perutnya.
“Ibu lapar? Ini saya punya roti” Seruni memberikan roti bekalnya, dan duduk di samping perempuan itu.

Sayangnya perempuan itu tetap bungkam, bahkan tak mengucapkan terima kasih. Dilahapnya roti itu dengan sekejap, Seruni sampai terkesima dibuatnya. Perempuan itu begitu kharismatik, matanya banyak bercerita tentang keadaannya, mata sendu. Mata sendu yang memukau.
“Ibu ngapain disini?” Tanya Seruni
“Hmm, ya beginilah duduk memandangi orang-orang yang keluar masuk komplek”
“Memangnya Ibu nggak punya rumah?”

Perempuan itu menggeleng “Saya juga nggak punya keluarga” tuturnya
“Ibu mau tinggal di rumah saya?”
“Hah, memangnya boleh?”
“Tak tahu juga sih. Tapi nanti saya jelaskan pada ibu di rumah”
*

“Itu siapa, Ni?” Tanya ibu begitu Seruni pulang
“Ehmm, ini teman baru Seruni”
“Teman baru?” ibu mendelik
“Untuk beberapa hari ke depan, ia tinggal di sini. Boleh kan, Bu?” rengek Seruni
“Hmm, iya. Boleh kok”
“Makasih, Bu! Ibu baik deh” Seruni memeluk ibunya. “Ayo!” ajak seruni pada perempuan itu.
“Bisakah Ibu ceritakan padaku tentang kehidupanmu?” pinta Seruni

Perempuan itu terdiam, ia mendongak memperhatikan langit-langit kamar Seruni.
“Kenapa?”
“Aku tidak suka menceritakan tentang kehidupanku apalagi tentang keluarga. Ya mungkin karena aku telah tak memilikinya” ujar perempuan itu kemudian
“Oh, maaf. Mungkin Ibu lelah, istirahat saja.”
“Jangan panggil ibu, aku belum setua itu. Panggil kakak saja” seruni mengangguk.

Keesokan lusanya saat Seruni sedang menonton kartun di televisi.
“Jangan nonton kartun terus, Ni!” ibu meraih remote di tangan Seruni “Sekali-kali nonton berita, biar tahu keadaan dunia luar” sambungnya

Dengan malas Seruni menyimak berita yang muncul di televisi. Kali ini tentang kasus pembunuhan sebuah keluarga.
“Lho. Itu kan” Seruni memicingkan matanya guna memperjelas apa yang baru dilihatnya
“Kenapa?” Tanya ibu yang duduk di sampingnya
“Jadi, selama ini aku berteman dengan seorang pembunuh?” Seruni memandang kosong tembok dihadapannya.
“Kenapa sih,Ni?” Tanya ibu penasaran
“Ibu lihat saja sendiri”

Seruni berdiri meninggalkan ibunya yang masih kebingungan. Ia segera ke taman belakang rumah, tempat kesukaan perempuan yang ia panggil kakak itu.
“Kak, kenapa selama ini Kakak nggak bilang?”
“Bilang apa?” Tanya perempuan itu kebingungan
“Kalau Kakak jadi sebatang kara, karena Kakak udah bunuh semua keluarga Kakak!”

Perempuan itu diam, dan dingin seperti biasanya, wajahnya tak menyiratkan rasa bersalah
“Kamu nggak tahu, Ni.”
“Nggak tahu apalagi? Seruni tahu semuanya!”
“Kamu nggak tahu kalo Kakak ini…”
“Apa? Kakak kenapa?”
“Kakak, menderita psikopat. Ada sisi lain dalam diri Kakak yang menginginkan semuanya terjadi”
“Tapi, mengapa Kakak harus melakukan semua ini? Seberapa besarkah masalahnya?”
“Mereka terlalu asik dengan kegiatan mereka, tak mempedulikan Kakak. Daripada mereka dibiarkan hidup, lebih baik mereka mati sekalian!” penuturannya disertai senyuman licik “Kalo kamu macem-macem juga, bisa jadi nasibnya sama kayak mereka! Hahhaha” ucapnya ringan membuat mata Seruni terbelalak.
 
PROFIL PENULIS
Nama : Vinka Aprilla Patricia
Tempat/tgl lahir : Bandung, 13 April 1999
Umur : 14 tahun
Kelas : IX E
Sekolah : SMPN 3Rancaekek
Alamat : Rancaekek Permai blok H1/8
RT O5/16 Kab.Bandung, Jawa Barat
Hobi : Mengarang cerita, membaca novel, menyulam dan sesekali menjahit
Kode pos : 40394
No. telepon : 085795448755
e-mail : Vinka_aprilla@yahoo.com
Prestasi : Juara Favorit LMCR-ROHTO 2013
Facebook : Vinka Aprilla
 

TIDUR SAJA

TIDUR SAJA
Cerpen Karya Akrimah Az-zahrah


Saya baru saja bangun ketika partikel-partikel cahaya merembes lewat jendela kamar saya. Kepala saya masih sedikit pusing setelah meneguk bergelas-gelas minuman kesukaan saya. Saya sampai tak sadarkan diri karena terlalu menikmati. Semalam, saya masih mengingat supir pribadi saya membopong saya pulang dari bar tempat saya dan teman-teman menghilangkan kejenuhan. Saya memang mudah untuk jenuh. Setiap kali ada masalah, saya melarikan diri kedalam segelas wine.

Ini masih pukul 09 pagi. Saya tidak biasa bangun sepagi ini. Istri saya sedang pulang ke kampungnya. Katanya bosan hidup dengan saya. Padahal, saya masih ingat ketika dia sering mengejar-ngejar saya hanya untuk mengatakan bahwa saya juga menyukainya. Akh..terlalu banyak wanita cantik didalam kepala saya. Saya bisa menemui mereka dimana saja saya mau.
“Siapa suruh kau mau nikah denganku?!” umpatku padanya beberapa malam lalu.
“Kamu yang mestinya dipertanyakan! Kenapa bisa berubah begini? Jangan mentang-mentang kau kepilih jadi kepala partai kau seenaknya saja! Kau lupa? Bapakku yang membantumu!” ia balas memaki. Nampak jelas, butir bening jatuh dari kelopak matanya. Ia memang wanita naïf.
“Jangan salahkan aku! Kau yang terlalu bodoh dan tidak becus jadi istri! Dulu aku Cuma ikut katamu saja! Siapa yang minta aku gabung di partai bapakmu! Kamu dan bapakmu sama saja! Gampang dibodoh-bodohi!!”
“Aku pulang nanti malam! Jangan cari aku!”
“Terserah kau saja! Aku tidak akan cari!”

Terserah wanita itu saja. Saya memang tidak akan ambil pusing. Memang, saya merasa terlalu kejam. Menghisap dayanya habis-habis setelah mengakali bapaknya lalu menelantarkan. Tapi sekali lagi, saya terlalu sibuk dengan dunia saya sendiri. terlalu banyak wanita cantik diluar sana. Beberapa pekan lalu, seorang teman menawari saya seorang perempuan yang baru ditinggal suaminya. Saya terima saja. Dia masih bersih katanya. Kami bertemu dan saya mulai sok menjadi ksatria untuk hidupnya. Namanya Nilam.
“Aku tidak pernah menyangka dia akan tega..”
“Tenanglah, tenangkan dulu pikiranmu. Dunia ini memang penuh masalah..”
“Kamu benar. Terlalu penuh kebohongan bukan?”
“Ya. Dan kurasa, kamu perlu mencari yang benr-benar setia padamu. Dia tidak hanya setia, tapi bisa jadi pemimpin yang baik. Seorang pimpinan satu organisasi besar misalnya. Partai..” saya mulai mengiklankan diri saya.
“Kamu sudah beristri bukan?” perempuan itu menatap curiga
“Uhmm..ya. Tapi dia bukan perempuan yang kucari. Dia perempuan paling bodoh! Dia jarang di Rumah. Untung kami belum punya anak. Aku tidak lagi mencintainya bahkan memang tiak. Dia yang mengejarku dan memberikan apa saja yang kumau”
“Benarkah? Dia benar-benar bodoh. Betapa kamu adalah suami yang baik untuk dia”
“Aku tidak mengharapkannya lagi. Mungkin..mungkin kamu akan lebih baik dari dia” saya mulai mengeluarkan semuanya. Kebohongan dan kata-kata palsu saya.
“Aku ikut kamu saja. Tapi, kalian belum bercerai”
“Tenang saja. Dia tidak akan tahu. Dia kan bodoh!”
Setelah hari itu, saya hanya bertemu Nilam sekali lalu memutuskan komunikasi. Dia adalah perempuan bodoh peringkat kedua setelah Meri istri saya. Teman saya bertanya kenapa saya tidak mengangkat telepon dari Nilam dan mengganti kartu hape. Saya jawab saja, saya sedang sibuk mempersiapkan pesta ulang tahun pernikahan saya dengan Meri. Saya segera bangun menuju ke kamar mandi dengan perasaan malas.
[]

Ruang rapat hening. Setiap orang menyimpan kebingungan di kepala masing-masing. Para anggota forum sedang bingung. Ada masalah besar.
“Jadi, apa lagi langkah yang harus kita ambil? Masyarakat pada demo sana-sini. Mereka menuntut sekolah digratiskan!”

Karimin rekan seperjuangan kampanye saya dulu menyibak keheningan.
“Begini, bagaimana kalau kita gratiskan saja untuk sementara. Kan tinggal pura-pura bikin program saja semuanya lancar..”
“Alah! Mana mungkin? Kan ujung-ujungnya juga bisa kuras uang mereka sendiri!”
“Memangnya, kemana semua dana? Apa belum diserahkan ke dinas?”
“Hushh!! Kamu ini gimana toh? Kan sudah habis untuk biaya jalan-jalan kemarin!”
“Mestinya kita ganti dong! Bagaimana pun juga itu hak rakyat! Kita mau dikepung dan dilindas habis-habisan? Dimana wajah kita? Teganya!”

Bagus angkat bicara. Dia memang yang paling jujur dan bersih diantara kami semua. Tapi, sama saja bohong. Ujung-ujungnya semua akan lari ke uang. Saya melog out akun twitter saya dan pura-pura serius.
“Aduh..masak menyembunyikan hal yang begini saja tidak bisa? Yang penting tidak ketahuan siapa-siapa! Begini saja, kita sogok orang-orang yang suka demo itu! Kita lobi! Kita tawari ini itu! Pasti mereka mau! Kan mereka demo begitu karena uang juga kan? Apa susahnya sih!”

Kata saya, memberi usul. Bagus segera angkat bicara.
“Ar! Maksudmu apa? Nyogok? Sama saja bohong! Ini namanya keterlaluan! Bagaimana pun juga, kita yang harus ganti! Sya juga akan ikut ganti! Lalu cepat bawa uang –uang itu ke dinas!”
“Heh gus! Jangan sok kaya kamu! Biaya mahal tahu!”
“Arman, kemana gajimu selama ini? Siapa suruh juga kalian liburan mahal-mahal pakai uang curian! Kalian kira kalian ini siapa? Tidak punya malu sekali!”

Bagus berkobar semangatnya. Yang lain mengacuhkan dan pura-pura sibuk. Sebagiannya lagi Cuma bisa diam. Saya tidak mau kalah dengan dia. Saya juga harus pandai cari perhatian.
“Cukup cukup! Kalau memang tidak mau ganti, biar saya yang ganti! Gus! Simpan uangmu! Kamu kan tidak ikut! Biar saya yang tanggung jawab..” saya diam sejenak untuk minum.
”..kalau perlu saya akan krim buku-buku bacaan ke setiap sekolah! Gimana?”
“Saya setuju! Kami setuju! Semuanya setuju!”
Saya kembali duduk dan merasa menang. Saya bisa melihat jelas Bagus pasti iri. Saya berhasil mengalahkan dia. Saya dipihak yang menang dan mayoritas. Dia minoritas. Setelah rapat itu, saya menjalankan semuanya. Kecuali dana. Semuanya hasil penjualan perhiasan istri saya di lemari. Saya memang pandai dan handal dalam mendongeng dan menyimpan rahsasia.
[]

Saya pulang ke Rumah tanpa beban. Masuk ke kamar dan merebahkan tubuh ke atas spring bed impor. Nyaman sekali setelah seharian menghadapi banyak urusan. Tapi, sebanyak apapun pamor saya akan terus naik sebab saya memang cocok bekerja seperti ini. Memakmurkan rakyat. Ada yang mengetuk pintu, saya persilahkan. Ternyata pembantu saya, Ina. Jangan salah, pembantu saya ini tamatan universitas ternama. Saying dia ditolak dimana-mana karena kalah dalam hal sogok menyogok. Untung saya berbaik hati memungutnya.
“Umm..anu tuan, mau dibawakan makanan?” Tanya Ina dari luar pintu.
“Tidak perlu. Saya capek. Oh ya, bawakan saya jack saja!. Kamu ngerti kan?”
“Iya tuan. Tapi bukannya kata dokter tuan jangan banyak minum, nanti..”
“Tidak usah dengar kata dokter! Mereka kebanyakan nakut-nakutinnya! Biaya berobat ke luar negeri juga tk mahal amat kok!”
“I…iya tuan..tunggu sebentar”

Ina langsung pergi mengambilkan minuman ritualistik saya. Malam ini saya mau mabuk saja. Mimpi indah dan lupa soal urusan-urusan yang sering bikin kepala saya penuh. Saya melihat hape, ada pesan baru dari seseorang. Nilam!. Dia mengancam saya lewat esemes tajamnya. Dia menuntut saya dan bersumpah untuk menjatuhkan saya. Akhhh bagaimana bisa perempuan sebegini tololnya? Saya tidak pernah janji muluk-muluk pada Nilam. Kecuali sempat menyentuhnya, Saya akui itu. Dia minta pertanggung jawaban. Dasar sok suci!.
“Tuan, ini minumannya..sama botolnya sekalian”
“Hem..simpan di meja!”
“Tuan…”
“Apalagi?!”
“Tadi nyonya datang nyari tuan. Saya bilang sedang keluar..”
“Bilang apa dia?”
“Katanya, nyonya minta semua barang-barang termasuk rumah ini segera dikosongkan. Ini kan rumahnya”
“Apa? Serius kamu? Sial!! Gimana bisa? Jadi dia kira saya ini mainan? Saya tidak sebodoh dia!”
“Yang pasti, nyonya bilang begitu”
“Kamu keluar dulu sana! Saya mau istirahat! Jangan ganggu saya! Kalau ada yang nyari, bilang lagi rapat paripurna! Tidak bisa diganggu!”
“Iiiiyaaa tuan..”
Ina segera keluar membawa muka pucat dan kecutnya.
Saya mengunci pintu rapat-rapat. Tidak ada yang boleh mengganggu saya. Malam ini milik saya.
Kepala saya masih penuh dengan masalah menumpuk yang tidak selesai. Saya memang kelihatan santai saja. Tapi kadang, saya menyimpan sedikit rasa takut. Takut ketahuan seperti teman-teman saya dan berakhir di penjara atau soal Nilam. Belum lagi Meri yang ingin mengambil semua harta miliknya. Harta selama ini memang miliknya. Saya mulai sedikit menyesal karena tidak sempat memperdaya Meri sampai dia kering. Saya membuka tutup wine di atas meja dan mulai meneguk minuman itu. Nikmat sekali. Dihadapan saya semuanya menjadi serba absurd. Dinding kamar saya yang tadinya putih berubah jadi warna-warni. Seperti es putar jajanan saya waktu SD. Lampu kamar saya yang Kristal berubah seperti api. Tiba-tiba plafon kamar saya seperti memburatkan darah dari celah-celahnya. Tirai kamar yang tadinya krem lembut berubah seperti memendarkan cahaya merah. Api. Saya meneguk lagi dan lagi. Saya seperti melayang. Dimata saya segala sesuatu menjadi spiral. Ada lubang kecil ditengahnya, menjelma jadi lebih besar an hendak menghisap tubuh saya. Saya masih merasakan botol wine jatuh ke lantai dan pecah jadi beling. Tak lama, seperti seribu kunang-kunang menyergap mata saya. Setelah itu, semuanya jadi gelap.
[]

Mata saya masih kabur. Cahaya lampu putih menyilaukan saya. Mata saya lalu terbuka sempurna. Disamping saya terlihat jelas Meri berdiri memasang mukanya-tak lagi naïf tapi seperti juragan hendak menagih utang. Dia tidak kelihatan sedih dengan keadaan saya yang melemah. Kepala saya masih pusing dan kehadirannya meluruhkan harapan saya. Saya mengira dia akan menitikkan air mata atau sekadar beerwajah cemas. Tapi tidak.
“Bangun kamu brengsek! Pecundang! Pembual! Jangan pura-pura lemas! Kamu harus bangun dan kembalikan semua hartaku! Aku akan ke Amerika malam ini!”

Meri memekikkan telinga saya. Saya agak terganggu dengan itu. Kepala saya tambah berat dan pusing. Saya sulit berbicara.
“Kamu lihat? Dia bahkan pura-pura bisu sekarang!”

Kata Meri pada seorang pria disampingnya.
“Tenang Meri, dia pasti sedang sakit berat. Kamu jangan jadi temperamental begini dong. Lusa kita sudah akan menikah”
“Tapi dia ini laki-laki bejat! Kamu harus tahu itu!”

Meri menjelek-jelekkan saya dihadapan pria disampingnya. Penglihatan saya benar-benar terganggu. Seperti ada kabut. Saya berusaha menggapaikan pandangan pada pria itu. Saya berusaha sebisa mungkin. Kepala saya dongakkan kearah suara pria itu. Sedikt kabur, saya mengenali pria itu. Teman saya, si Bagus. Hati saya benar-benar lebur. Mereka lalu keluar dari ruangan dan bertemu dokter.
“Suami ibu keracunan minuman oplosan bu”
“Apa? Oplosan? Hahaha..”
Saya mendengar Meri malah menertawai saya. Minuman oplosan? Saya benar-benar bodoh tidak mengecek keaslian minuman itu! Tapi saya memang tidak akan semapat. Saya ingat, pesan dari Nilam. Dia pasti pelakunya. Saya kembali mengingat-ingat wajahnya. Pikiran saya menjadi tidak karuan. Semoga setelah keluar dari sini, saya bisa balas dendam.

Tiba-tiba, sesosok makhluk aneh muncul tepat di depan muka saya. Tubuhnya membiaskan cahaya putih. Seperti malaikat.
“Kau ada masalah?” malaikat itu bertanya.
“Saya ingin balas dendam pada Nilam!”
“Ada lagi? Ceritakan saja..”
“Akh..mestinya tadi saya tidak perlu sadarkan diri. Hidup saya terlalu puitis rasanya. Siapa nama kamu?”
“Aku tidak bernama. Utarakan saja semuanya, mungkin kamu bisa lebih tenang” kata malaikat itu. Rupanya ia baik hati.
“Hidup ini penuh masalah!! Saya capek! Baru kemarin saya bisa mandi uang. Tiba-tiba saya disini, tanpa seorang pun menanyai keadaan saya! Semua ini gara-gara Nilam!! Meri! Si perempuan jalang itu! Beraninya memamerkan si Bagus yang sok jujur itu di depan saya! Tidak punya perasaan! Kau tahu? Mungkin sekarang KPK sedang mencari-cari saya”
“Ohh, itu masalahnya”
“Ya, punya solusi?”
“Ada”
“Apa?”

Malaikat itu mengusapkan telapak tangannya di wajah saya.
“Tidur saja..”

Maaf bu, kurang bagus. Baru nulis lagi soalnya..
Mungkin ada beberapa yang harus diedit

PROFIL PENULIS
Akrimah Az-Zahrah. Lahir 27 November akhir tahun 1998 yang terlalu cepat lahir. Berkacamat minus dengan tubuh kurus. Tidak mirip dengan ayah ataupun ibu. Tidak terlalu popular untuk diberi tepuk tangan. sehari-hari bersekolah di SMA islam athirah boarding school Bone. alamat facebook di Akrimah shafiyyah zaraa

Sebuah Kardus Mi Instan

Sebuah Kardus Mi Instan
Cerita Pendek Harris Effendi Thahar

Selepas stasiun Jatinegara, kereta Parahyangan meneruskan perja-lanan menuju stasiun Gambir sebagai tujuan terakhir. Gerbong yang ditumpangi lelaki itu nyaris kosong karena banyak penumpang yang turun di Stasiun Jatinegara. Kereta beringsut perlahan membelah kota sambil mengejek kemacetan lalu lintas di bawahnya ketika kereta meniti jembatan di atas jalan raya dengan santai. Lelaki itu menguap, kembali melihat ke tempat barang di atas kepalanya. Kardus bekas kemasan mi instan yang diikat tali plastik tidak rapi itu masih di sana. Ibu paro baya yang duduk di dekatnya tadi telah turun dari Jatinegara dan menolak ketika diingatkan lelaki itu supaya jangan lupa barangnya. "Tidak. Itu bukan barang saya," jawabnya. Lelaki itu cepat menduga bahwa ini sebuah keteledoran atau kesengajaan. Boleh jadi sebuah bom. Mungkin saja ada kelompok yang tidak puas dengan pelaksanaan pemilu atau teroris mancanegara ingin menghancurkan Indonesia pelan-pelan, batin lelaki itu. Ia mulai cemas. Tapi ia memberanikan diri juga untuk menurunkannya dan meletakkan hati-hati di dekat tas jinjingnya sambil mengamati kardus yang tidak diikat dengan rapi itu. Ada celah yang terbuka, terlihat gumpalan plastik transparan sebagai pembungkus barang yang ada di dalam. Kereta bergerak terus dan memasuki stasiun Manggarai dengan jalur keretanya yang berseliweran. Meski tidak berhenti di stasiun itu, kereta tetap bergerak pelahan, seperti kecapaian sehabis berlari kencang sejak dari Cikampek.
Lelaki itu mencoba memasukkan tangannya hati-hati melalui celah yang terbuka. Di kepalanya terbayang bahwa ia akan menyentuh kabel-kabel dan detonator. Tetapi, ternyata tidak. Melainkan susunan kertas yang disusun rapi. Dengan antusias, ternyata susunan uang kertas pecahan lima puluh ribuan. "Ini pasti palsu," lelaki itu membatin. Tiba-tiba ia berkeringat, berimajinasi macam-macam. "Jangan-jangan ini termasuk money politics suatu partai," pikirnya lagi. Ia dikagetkan oleh kedatangan kuli-kuli berseragam oranye yang menyerbu gerbong yang nyaris kosong itu ketika sedang melambat hendak berhenti di stasiun Gambir.
"Boleh saya bantu, Pak?"
Lelaki itu menggeleng. Ia merapikan ikatan tali-tali plastik itu kembali dan bersiap turun di stasiun Gambir dengan badan penuh keringat beserta debaran jantungnya yang mengguruh.
*
Lelaki paro baya itu selamat sampai tujuan melintasi macet Jakarta selama lebih kurang satu jam di atas bus patas yang padat menjelang magrib bersama gerimis musim penghujan. Di kamar kosnya yang sempit penuh buku, ia pastikan isi kardus itu bukan bom dan uang palsu. Tapi tumpukan uang yang masih diikat rapi kertas pembalut bertanda Bank Indonesia itu tampak asli dan utuh dalam ikatan sepuluh jutaan. Luar kepala, lelaki itu menghitung dua ratus juta rupiah uang dalam pecahan lima puluh ribuan. Lalu ia mendorong kardus itu ke bawah kolong tempat tidur bersentuhan kardus-kardus lain yang sekarang seperti tidak berharga sama sekali. Sementara, hujan bulan Maret belum hendak berhenti membasuh Kota Jakarta yang penuh debu.
Sebelum sempat tertidur, lelaki itu kadang-kadang membenarkan tindakannya tadi sore di kereta Parahyangan, memutuskan untuk membawa kardus berisi uang kertas itu. Kadang-kadang ia menyalahkan dirinya dan merasa telah dengan sengaja mengambil risiko yang mungkin berakibat fatal pada dirinya, kadang-kadang merasa berdosa besar.
"Tidak, ini tidak keliru. Saya adalah alamat yang tepat karena pertolongan tangan Tuhan," pikirnya. Sampai akhirnya lelaki itu memutuskan untuk sembahyang malam. Minta petunjuk dan perlindungan Tuhan. Semua daftar kesulitan hidup yang dialaminya selama ini, dibeberkannya kepada Tuhan tanpa ada yang tertinggal. Seolah-olah selama ini Tuhan telah melupakannya. Tapi malu-malu ia katakan kepada Tuhan bahwa ia telah menjual mobil bututnya untuk membantu kehidupan keluarganya, seorang istri dan tiga orang anak yang sedang butuh biaya tinggi untuk pendidikan.
Tanpa malu-malu diadukannya juga kepada Tuhan bahwa telah hampir dua puluh tahun bekerja sebagai dosen pemerintah, gajinya tetap saja tidak cukup, bahkan selalu hidup dengan berutang. Di depan Tuhan ia juga menjelek-jelekkan pemerintah Indonesia yang telah memutus beasiswa S3 nya setelah melebihi masa studi tujuh semester. Oleh karena itu, istrinya terpaksa membuka warung di rumah, di bilangan kompleks perumahan sederhana di pinggir Kota Bandung dengan modal hasil penjualan mobil bututnya itu. Padahal dulu, sewaktu ia mendapatkan beasiswa S2 di Australia, justru ia bisa membeli mobil setelah selesai kuliah. Bahkan ia hidup dengan keluarganya di sana dengan bahagia.
Selama studi dua tahun di Australia , ia juga diangkat menjadi tutor untuk kelas bahasa Indonesia dengan tambahan uang saku yang menguntungkan. Sekarang di Jakarta , ia kasak-kusuk mencari universitas swasta yang mau memakai tenaganya. Untunglah, berkat pertolongan teman-teman, lelaki itu dapat mengajar tiga hari seminggu di dua universitas sekadar cukup untuk menutup biaya hidup di Jakarta sambil menyelesaikan disertasi doktornya yang selalu tertunda. Tapi, itu penuh perjuangan. Bergulat dengan angkutan kota yang berjubel, dihadang macet dan serbuan tukang ngamen dan pencopet tiap hari.
Malam itu, ia berencana akan mencoba menguji menggunakan uang kardus itu esok pagi. Mula-mula, ia berniat ke warung dekat rumah kos membeli sabun, rokok, mi instan, biskuit, kopi, gula, dan tissu. Lalu, berangkat lebih awal mengajar naik taksi agar dapat menikmati angkutan nyaman tanpa berdesakan. Sehabis mengajar, berencana menggunakan uang lima puluhan itu untuk membeli kaus kaki, ikat pinggang, celana dalam dan singlet di kaki lima yang biasanya digelar di halte pinggir jalan. Jelas lelaki itu tidak berani membelanjakannya di supermarket atau mal yang biasanya tiap kasir memiliki mesin penguji uang palsu. Apalagi berniat menyimpannya di bank.
*

Cerpen: DEMI SEBUAH JANJI DALAM PERJALANAN

DEMI SEBUAH JANJI DALAM PERJALANAN
Cerpen Karya Miftachur Rosyad

“Hujanitu berkah,Hujan itu anugerah,Hujan itu kehidupan….”(mr)
“Tidurlahjika kau yakin bahwa di atas bantal terdapat mimpi-mimpi tentang kemajuan,Tapijika tidak,bangkitlah … dan lakukan sesuatu “(adz-mr)
“ Nanti kujemput,di mana?di tempat biasasaja,itulah janjiku pada seseorang yang kukagumi,”Sore itu aku gelisahmenyaksikan langit di kota ini mulai berubah wajah,kecerahan warna lambat launtergeser oleh arak-arakan awan hitam dan terus menghitam pekat lagi menakutkan,akuyang sedari tadi menyaksikan fenomena alam tersentak teringat sebuah janjiuntuk menjemput gadis suci penyemangat nurani……ahhh ngaji saja dulu pikirku,bergegaskutenteng meja buatanku besrta kitab dan kudekap erat bak pecinta yang takingin berpisah dari kekasih hatinya,konsentrasi penuh mulai kusimak saat Sangmaha guru membacakan kata perkata dari kitab yang di kaji untuk kemudiankusalin dalam mushaf kitab cintaku dengan tarian pena made in china yang kubelibeberapa hari yang lalu,sesekali kulirik jam dinding di ujung mushola,hmmhsudah hampir jam4sore,perasaan resahgelisah mulai menyerang dan menggelayuti pikiranku namun pengajian tak kunjungusai,entahlah aku yang mulai tak sabaratau memang terlalu lama,ya…kuselesaikan saja mungkin tak lama lagi gumamkudalam keresahan,ternyata benar tepat jam 4 lewat 10 menit pengajianpunusai,Alhamdulillah kataku seraya tersenyum.
Cerpen Kehidupan - Demi Sebuah Janji Dalam Perjalanan
Tak butuh waktu lama kupreteli bajukoko,sarung dan kopyah putih kebanggaanku berganti dengan satu-satunya celanajeans coklat kubeli setahun lalumenjelang lebaran yang sedari tadi telah kupersiapkan dengan sentuhan setrikaselarasdengan itu kupakai jaket hasil barter dengan temanku yang warnanya sudahtak asli lagi mungkin luntur di makan usia segera kuambil tas hitamku yangkudapat dari hasil gaji menyebarkan kalender salah satu capres yang akanberlaga dipilpres 2014 depan tak lupa mengecek si merah berroda dua yang sedarikemarin belum dapat jatah minum bersubsidi dengan semngat 45 atau 46nyavalentine rossi atau rosyad kupacu si merah menerobos guyuran air yang sedaritadi berbaris rapi dari atas ke bawah melintasi jalanan yang penuh sesak olehhingar binger kendaraan mobil motor made jepang,cina atau yang trendi sekarangmade in korea yang di gemari kawula muda bahkan kekek nenek di bumi persadaIndonesia tercinta ahh…pikirku kacau,kembali konsentrasiku tertuju pada gadismanis berkacamata dengan senyum khasnya,tit…tit…tit…tit bunyi hape jadulmengagetkanku,kurogoh saku jaketku kubuka satu sms dari gadis itu,di sini hujangak usah jemput saja,perasaan kecewa mulai menerpaku lebih deras dari padahujan ini,namun aku terinagt slogan dari salah satu parpol yang warnanya miripdengan sepeda motorku,tekad bulat,itulah yang tidak memaksaku untuk mengeremdan berbalik arah pulang,kubalas smsnya ini aku sudah di jalan kataku dalam pesan singkatku ,ya sudahterserah kalau begitu, ia menjawab.

Segala puji bagi Tuhan semesta alamujarku,dan sampailah aku di tempat perjanjian ialah terminal arjosari yangmungkin kelak menjadi tempat bersejarah kami serta tempat berziarah cinta bagi kami sebagai satu bentukterimakasih yang tak terhingga jika kami di persatukan dalam mawaddah warahmahnamun bila tidak demikian biarlah terminal itu menjadi saksi bisu sejarah diamdalam keluluhanku, tak terasa keperkasaanku sebagai laki-laki hilang tak sadar mataku meneteskan air mata karenacampur aduknya perasaanku,tit…tit…tit…tit si tua berbunyi lagi mungkin ia telah tiba ,dengan cepat kubuka sms dankubaca dengan hati berbunga setaman tujuh rupa,ternyata gadis imut itu barusampai di fly over,pikiranku mencoba tenang namun perasaanku carut marut akubergumam pasti sebentar lagi gadis pujaanku datang karena jika di ukur denganspeedo meter motorku hanya butuh waktu seper sekian detik saja,tidak apa-apakataku menenangkan diriku sendiri yang sedari tadi risau,untungnya aku datangterlebih dulu jika tidak betapa tak teganya diriku melihatnya menunggu,karenaoleh seorang pelantun lagu terkenal di nusantara berkata “menunggu adalah sesuatu yang menyebalkan bagiku”tapi tidak buatku.

Terlalu asyik berdialektika dengan dirikusendiri tak kusadari ada satu pesan di hape mungilku,aku sudah sampai,kamu dimana ?,di pintu masuk bus,aku melihatnya dari kejauhan,sepertinya iamencari-cariku,segera kutampakkan diriku dari balik pos pantau bus akdp,kulihatia tersenyu padaku,lega rasanya yang di nanti ahirnya datang juga,inilah buktidari ketulusanku menunggunya dan salah besar yang di katakan penyanyi di atas,kamunyebrang atau aku kesitu? Kataku dalam pesan singkat,ia tidak membalas dansegera menyeberang jalan untuk berjalan ke arahku,hmmm kasihan dia kehujanan,Ehkirain angkotnya berhenti di fly over,candaku mencoba mencairkan suasana,yanggak lah gadis berkacamata itu meladeni pembicaraanku,gimana nih hujannyatambah deras saja,kita langsung berangkat atau menunggu agak redadikit?tanyaku,mmm nunggu biar agak reda dulu saja, ia menukas,kuteruskanpembicaraan,aku bawa mantel dua tapi yang satunya jelek karena terbuat darikresek,mau pake?,gak usah nanti malah ribet,oh ya sudah kalau gitu,di rumah adasiapa?,ada ibu dan adek,bapaknya kemana? 
Dengan pelan ia menjawab bapak nggakada,kemana?,ya sudah nggak ada.dan betapa menyesalnya kenapa pertanyaan yangmungkin membuatnya sedih terlontar dari mulutku.segera kualihkan pembicaraantentang kuliahnya,jadi ikut study tour?,insyaallah jadi,berapa hari?,tigahari.Perasaan resah kembali membayangiku berarti dalam waktu tiga hari bisajadi lebih aku tak lagi melihat parasnya,aku diam sejenak dan bertanya beberapahal,dalam benakku alangkah romantisnya kalau ngobrol sambil minum jus apel atausegelas kopi walau di warung amat sangat sederhana tapi apa daya uangku hanyapas-pasan buat menafkahi si merah yang kehausan lebih tragis lagi untuk membelisebatang rokokpun taka da,entah ada angin apa gadis cantik berjilbab anggun disampingku bertutur ,sebentar lagi aku magang 4bulan,di mana?,belum tau,sambilsedikit sok tau aku berkata mungkin di batam atau di bandung.

Bagai di tusuk sembilu sebenarnya hatiku kaliini benar-benar bersedih dalam sedalam-dalamnya,banyak yang ku tafsirkan,meskiaku tau ia tak bermaksud melukaiku,aku mengira waktu selama itu semuanya akanberubah,ia akan pergi meninggalkanku,ia tak lagi mengingatku,lebih ekstrim lagiia akan mendapatkan hati yang lain yang lebih dari aku lebih gagah karena akukerempeng,lebih kaya karena aku belum kaya,bermobil mewah yang memang layak dinaiki oleh gadis secantik dia sedangkan yang ku punya baru si merah bekaspemberian dari keringat orang tua yang berjualan terompet tahun baru di tanahpapua,karena memang ku akui ku tak punya banyak kelebihan kecuali ber imajinasi,semoga saja ia tidak tau isi hatiku,untung saja sore ini hujan ia tak cukuptau kalau aku kembali meneteskan air mata karena perasaan cintaku semakinbersemi padanya.

Ayo berangkat…kupecahkan suasana segera iamengambil posisi di belakangku,dengan sigap si merah menuruti perintahku tancapgas lets go…betapa terlihat dungu dan bodohnya aku kenapa aku mestimenangis,apa yang ku tangisi,Langit tak henti menangis sementara kuterobosbarisan-barisan hujan yang coba menghalangi lajuku,mungkin ini tak bisa terlupasepanjang episode hidupku.Kok diam?,mmh suara gadis jelita di belakangkumenyadarkanku dari lamunanku yang mengharu biru,belum sempat ku menjawab iakembali bertanya,Katanya kalau ketemu mau bicara banyak?,iya wi jawabku,ya dewinama gadis di belakangku tapi bukan dewi yang sering muncul di panggung atau ditivi tapi ini dewiku yang kuharap menjadi pendamping hidupku kelak.iyasebenarnya banyak hal yang ingin kukatakan dengan indah tapi untuk masalah yangsatu ini berat,ya kalau berat jangan di katakana,mmm baiklah akan kukatakan,lhokatanya berat nggak usah saja,sekarang udah nggak berat kok…mungkin ia telahmengerti bahasa jiwaku segera ia menjawab,aku masih ragu,aku masih bimbang,fifti-fifti jika kukatakan iya takut kecewa entahlah akubingung,kecewa itu kan manusiawi tapi jangan larut dalam kekecewan,ujarkumeyakinkannya,terus bagaimana langkah kedepannya?,tanpa pikir panjang kujawabGet married,haaah dengan histeris ia menjawab aku belum mau menikah aku masihpengen bersenang-senang,bermain-main.aku kembali diam,ia menruskan perkataannya, kamu kan sudah berumur sudah waktunya sementara aku masih kecil,usia kita kancuma selisih lima tahun wi,dan kami sama-sama diam,tanpa tau apa yang sedangkami pikirkan masing-masing.

Waktu kian mewaktu adzan maghribpunberkumandang.Belok arah mana?kanan,ya sudah lurus saja,guyuran hujan tiadahenti kembali aku teringat pada perkataannya tadi ialah” 4 bulan” ya tentubukan waktu yang sedikit,seakan aku ingin terjun bebas kedasar jurang untukmemusnahkan mimpi-mimpi indahku tuk dapat bersamanya dan terlahir kembalimenjadi Jivan mukti seperti yang di katakan oleh filsuf madzhab kepanjen dalam bukunyaFilsafat Timur .Tapi di sisi lain aku ini orang ber agama yang sedari kecil diajarkan tentang iman yang berarti yakin,meski aku tak mampu berbuat banyakuntuk itu namun aku punya Tuhan yang selalu memberi asal aku mau dekatdengan-NYA,
Bahkan aku disuruh mengajukan proposal-proposal sebanyak-banyaknya untuk kemudian dikabulkannya dan kuyakini itu.
Kulihat dari kaca spion gadis di belakangkusepertinya kehujanan,Kamu kehujanan?,Nggak aku bersembunyi di belakang mu.
Akubisa sedikit tersenyum mendengar kata-katanya yang seolah memanja.Sudah hampirsampai tepatnya fly over mergosono,dalam benakku lebih baik aku lewatatas,seolah mendukungku si merah melaju dengan kelincahannya mendaki jalantinggi itu,tiba-tiba gadis di belakangku berteriak,Lho kok lewat atas,ngg akboleh ! , memang dalam peraturan Lantas tidak di perkenankan roda dua naik flyover,ku jawab dengan santai ya kalau di tangkap bilang saja lagi nyidam…padahaldalam hatiku berkata sengaja aku lewat jalan tinggi inihendak memberipengertian padanya bahwa gambaran cita-cinta luhurku untuk bersamanya yangteramat sangat tinggi melebihi fly over mergosono yang kita lewati ini , Tak lama kemudian kamipun sampai dipersimpangan jalan.
Turun di sini saja kang begitulah ia berkata,sementara hujanmasih membasahi persada haru rasanya melihatnya berjalan sendirian di kegelapanmalam yang mulai meninggi,kusodorkan mantel yang kupakai namun ia menolakdengan bahasa halus sehalus kulitnya bak putri keraton,dengan terpaksa kuberiia mantel kresek khas tukang becak di pinggir masjid jami’,entah kenapa ialebih memilih mantel jelek itu,mungkin karena kasihan kepadaku atau menyamakanjeleknya mantel kresek dengan jeleknya rupaku yang khas ndeso.Hahaha akupunbisa tertawa tapi hanya dalam hati ke-empatku , perlahan ia mulai berjalanmeninggalkanku sebab itulah yang berlaku karena aku tak mungkin mengantarnyapada tempat yang di tuju.Segera kuputar arah kembali melaju dengan si merahroda dua menuju tempat lain guna menenangkan pikiranku pada 4-bulan tak lupaaku sms dia hati-hati ya… beberapa saat ia menjawab,ini baru sampai danterimakasih.
 
Sebuah perjalanan tiada pernah berahir sampaibertemu pada muara,memang banyak rintangan yang harus di laluikubangan,tanjakan,tikungan,terjal,curam yang membingungkan ketika padapersimpangan jalan,memilih mana yang mesti di lewati.Selayaknya melibatkanTuhan dalam urusan ini,Tuhan tunjukkanlah jalan yang lurus,jalan orang-orangyang Engkau beri nikmat,bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai bukan pulajalan mereka yang sesat.

PROFIL PENULIS
Miftachur Rosyad
Nyantri didarussalam kota malang asline sih L.A (baca: Lamongan Asli) fb Est Rosyad

HIDUP MISKIN

HIDUP MISKIN

“KISAH NYATA KEHIDUPAN YANG SERBA SUSAH DAN MENDERITA”
Apa yang slama ini rakyat indonesia dambakan ternyata hanya isapan jempol
banyak mahasiswa telah menjadi pengangguran, meningkatnya tindak kriminal
di indonesia yang kini smakin memprihatinkan.
disini penulis akan sedikit cerita tentang pedihnya menjadi orang yang benar-benar miskin
tepatnya pada hari rabu 19 juli 2005 di salah satu supermarket yang ada di kota surabaya
seorang anak kecil dengan pakaian lusuh dan tidak menggunakan alas kaki. mencoba berjalan
dengan kedua kakinya yang kurus. perlahan dia menatap salah satu supermarket yang begitu
megah baginya. dengan perasaan takut dan was-was. dia pun mulai memasuki kawasan supermarket
tersebut. dengan tujuan dia ingin membelikan obat batuk untuk seorang ibu yang menunggu
kedatangannya di rumah. jujur saya mengatakan …dia membeli obat batuk untuk ibunya dan
mendapatkan uang dari ia meminta-minta di depan supermarket tersebut. perlahan dia masuk
dan perlahan pula dia di ikuti oleh salah satu securiti supermarket tersebut. setelah dia
menunjuk obat yang dimaksud dan memberikan uang yang dia dapat dari hasil meminta.
yang ternyata uang tersebut agak sedikit robek di bagian tengahnya. spontan si teller tidak
mau menerima uang tersebut. dengan nada agak menolak dan si teller bermaksud mengembalikan
uangnya kepada si anak kecil dan mengatakan dengan nada halus “dik…uang adik tidak bisa untuk
beli ini obat..,karena uang adik robek dan nggak laku lagi? apa adik ada uang selain ini.
dengan menatap berat uang yang telah dikembalikannya kemudian anak tersebut berkata
“tolong saya mbak, saya butuh obat untuk ibuku, saya sudah nggak punya uang lagi. dengan nada
agak keras si teller pun mencoba untuk memanggil seorang securiti untuk menyingkirkan anak tersebut.
karena saking antrinya di belakang teller, kemudian si tellerpun tidak mempedulikan si anak tersebut.
dan si teller memberikan kembali uang tersebut kepada anak kecil tadi, tapi anak kecil tersebut menolak
pada akhirnya dilemparnya uang tadi di samping anak kecil tersebut. kemudian di seretnya anak tadi keluar
dari supermarket tersebut oleh sekuriti. kemudian anak tersebut menatap dan menanggis. pada akhirnya
diapun terperanjat saat ada tangan yang menyodorkan obat yang dia beli tadi. ternyata seorang bapak
yang bekerja di salah satu perusahaan swasta di bojonegoro yang kebetulan sedang berlibur di surabaya.
kemudian sang anak tadi mengucapkan terima kasih pada bapak tersebut dan berlari dan bergegas pulang
menemui ibunya yang ia cintai.
dari cerita ini….dimanakah keadilan dan dimanakah pemerintah saat sedang di butuhkan. apakah ini yang
disebut dengan keadilan. apakah ini yang disebut dengan demokrasi dan mengayomi.
menurut saya ini malah menjadi satu saksi hidup yang menyiksa yang telah menjadikan kerusakan regenerasi.
seharusnya ia tidak dilecehkan seperti itu, seharusnya ia belum layak untuk bekerja dengan meminta-minta.
ia adalah manusia, ia adalah sama dengan kita. ia adalah ciptaan Tuhan yang patut kita hargai.
Kisah ini nyata adanya, dan tidak dibuat-buat. maka dari itu saudara, harusnya kita tau bahwa kita hidup
di dunia ini untuk saling menghargai dan tolong-menolong. kita bersyukur bahwa kita masih beruntung di banding
mereka yang menjalani kehidupan sehari-hari mereka dengan kekerasan dan pelecehan. hidup itu hanya sekali
tapi ingat kita harus menyadari diri kita masing-masing dari segala kekurangan yang ada. kita sama dengan
mereka. tidak ada bedanya. semua manusia itu miskin apabila di hadapan tuhan yang maha esa.

KEPADA KAWAN

KEPADA KAWAN

Sebelum Ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,
belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah terkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kecup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam

Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!

Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!

Chairil Anwar 30 November 1946

SENJA DI PELABUHAN KECIL

SENJA DI PELABUHAN KECIL

buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946

PELARIAN

PELARIAN

Tak tertahan lagi
Remang miang sengketa disini
Dalam lari
Dihempaskannya pintu keras tak terhingga
Dari kelam ke malam
Tertawa meringis malam menerimanya
Ini batu baru tercampung dalam gelita
“mau apa? Rayu dan pelupa
aku ada! Pilih saja!
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Mari! Mari!turut saja!”
Tak kuasa – terengkam
Ia dicekam malam
Chairil Anwar, Februari 1943

Rabu, 10 September 2014

MALAM

MALAM
Chairil Anwar

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
–Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957

Puisi: AKU

AKU
Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi


Maret 1943

 photo tyuuu_zpsc6ef6817.jpeg"/>" /> KPA photo 10169318_1490733947824313_8365615283135808455_n_zps90846386.jpg" /> Ame Mayday photo 20140502_110353_zpscef26929.jpg" /> gpmd photo 1012032_1446233695607672_1066147129_n_zps3f4d6c09.jpg" />  photo nbv_zpsc8429ade.jpg"/>" /> gpmd4 photo 1491_678730012152865_1221172235_n_zps4dfde858.jpg"/>" /> gpmd3 photo 1491_678730012152865_1221172235_n-Salin_zpsf038dc5f.jpg"/>" /> gpmd2 photo 1491_678730012152865_1221172235_n-Salin-Salin_zps3b3d0b92.jpg"/>" />  photo --9-98-89-98-967_zpsb0261f2e.jpeg"/>"/>" />