Senin, 30 Juni 2014

DAUN KERING

DAUN KERING

seperti kemarin kami hanya daun kering, dilepaskan pohon kehendak musim. saat melayang menuju kejatuhan kami lenguh menangis lirih. usai itu, kami terhempas batu cadas pongah permukaan bumi. kami hanya daun kering, tak mampu musyawarahkan nasib. kami hanya menerima takdir, dilafal-maknakan tumbal pergantian musim.

jumlah kami berjibun, tumpah ruah kolom-kolom statistik, sekadar dicatat sebagai himpunan. kami lalu diprosentase, siapa layak dapat raskin berbau apek, bantuan uang tunai serupa opium, pelayanan kesehatan gratis penuh kepalsuan, berdesak pengap angkutan umum. kami masih daun kering terus tercatat sekadar lembar ringkih daun kering. dan bila dipahamkan sampah, kami musti siap lahir batin dibakar musnahkan panas api satpol pp.

kami kini disangatkan nasib terkapar sungkur hamparan tanah. tapi kami masih waras menangkap segenap ucap kawanan fir’aun, bertahta di pucuk-pucuk pohon kekuasaan. gemuruh pidato kaum fir’aun mengulang ucap statistik, perihal daun kering kian menyusut jumlah. padahal kami populasi, kian berjibun berderet-deret.

wahai kaum fir’aun. hingga langit sore semburat jingga, kalian tak pernah paham perihal kami para daun kering. tersuruk nasib terlempar jauh terhempas lepas pusaran gelap pojok-pojok sejarah.

kami daun kering. selamanya. selamanya……

Jakarta, 20 September 2010

(5)
Puisi Karya
Anwari WMK

BURUNG HERING

BURUNG HERING

seekor burung garuda
terkapar di pelataran
luka menjerit sedalam perigi
tersuruk nasib
garuda terlumatkan maut
dunia burung heboh
riuh redah kabar kematian

burung burung hering
pemakan bangkai
bersembah sujud
untuk
sketsa kematian nan pilu
kawanan burung hering
terpahamkan
garuda inspirasi abadi
peradaban masa depan

kata seekor burung hering:
saatnya kembali  menjelajah negeri
terbang ke puncak puncak gunung
mencari lagi
sosok seanggun burung garuda
agar di masa depan
masih ada denyut peradaban

dengan lirih
seekor merpati berkata:
wahai hering pemakan bangkai
sungguh pun kalian busuk
ternyata masih tersisa secercah cahaya
aku bersama kalian
bersama nurani peradaban
aku bersama kalian
meraih kemuliaan masa depan

seekor rajawali pun ikut berucap:
takkan pernah ada lagi peradaban
kecuali peradaban spiritual
kita kembali membutuhkan
kehadiran burung garuda
menjaga nyala api
peradaban spiritual

ooh burung-burung
kalian telah menyindir nyinyir
kami bangsa manusia
lantaran gagal
menemukan pemimpin
bersukmakan peradaban spiritual
ooh burung-burung
kepada siapa kami
musti meminta maaf.
kepada siapa?

sontak, sekawanan burung hering
menjawab:
datangilah pusara pendiri negerimu
minta maaflah kepada pendiri negerimu
sebab kalian telah mengabadikan
kesadaran kesadaran somplak
sehingga
negeri kalian kini menghitung hari
untuk kemudian ambruk terbenam
ke dalam perut bumi sejarah
dan sebentar lagi,
negeri kalian berubah fosil
sekadar tulang belulang
terselimutkan debu debu sejarah
carilah pemimpin dengan kedigdayaan
seekor burung garuda.

Kampung Kandang, 27 September 2010

(4)
Puisi Karya
Anwari WMK

WAKTU

WAKTU

di sebuah negeri.
waktu berhenti berputar
jam jam dinding meleleh
sebab
setiap napas
tanpa masa lampau
setiap sukma
tanpa masa depan

lihat.
bandit, bromocorah
copet, maling dan penipu
berbedak gincu di
istana istana kuasa
bersulang anggur pembesar negeri
serupa raja zaman purba
rakyat dipaham maknakan
ulat, cacing, dan belatung

di sebuah negeri.
waktu berhenti berputar
jam jam dinding meleleh
sebab
pembesar negeri
pesta pora tanpa henti
kala rakyat terbenam
genangan airmata
sebab
sekerat kemanusiaan
segumpal kerakyatan
dimuliakan dengan kepalsuan

dan engkau para pujangga
tersuruk labirin peradaban hantu
dan kalian kaum intelektual
dibisukan takdir kuasa dunia hitam
dan dirimu para agamawan
terhempas tsunami kemunafikan

ooh.....perih.
negeri itu ternyata indonesia.
ooh.....perih......
ooh.....

Jakarta, 24 September 2010

PUISI BELAJAR

PUISI BELAJAR

Ketika kau marah,
Kau ajari aku kesabaran
Ketika kau salah
Kau ajari aku keterbatasan
Ketika kau kalah
Kau ajari aku ketegaran
Ketika kau sedih
Kau ajari aku kelembutan
Ketika kau tersenyum
Kau ajari aku kepuasan
Ketika kau tertawa
Kau ajari aku kebahagiaan
Ketika kau berhasil
Kau ajari aku kesyukuran
Ketika kau diam
Kau ajari aku kefanaan
Ketika kau berdoa
Kau ajari aku arti ketundukkan
Ketika kau bahagia
Kau ajari aku arti cinta
Terima kasih anakku
Yang setiap hari mengajariku
Arti hidup, dan
Hidup yang berarti
Andai Aku Rajin Belajar
Andai aku rajin belajar….
Aku akan jadi orang pintar
Begitu kata orang-orang terpelajar
Aku akan jadi guru bermutu
Itu kata orang-orang di sekelilingku
Aku akan jadi pengarang lagu merdu
Kata ibuku yang selalu menyanyi untukku
Andai aku rajin belajar….
Aku tidak akan jadi orang bodoh
Tak tahu apa itu benar atau salah
Tak mengerti serius atau hanya seloroh
Aku tidak akan jadi pemungut sampah
Tak dimaki orang dengan sumpah serapah
Tak dihina anak-anak karena lusuh
Dikira maling barang rongsokan, sedih
Andai aku rajin belajar….
Aku akan jadi penulis tenar
Tak seperti air masuk mulut lalu keluar
Aku akan jadi pohon jati kekar
Tak seperti pohon pisang
Sekali berarti setelah itu mati
Tak berguna sama sekali bagai mimpi
Andai aku rajin belajar….
Aku tak akan tinggal kelas
Aku tak akan bodoh terus-menerus
Aku tak akan kena marah dari guru
Aku tak akan dapat nilai merah
Entah apa lagi yang kudapat
Andai aku rajin belajar….
Aku akan jadi siswa pintar
Aku kaan jadi mahasiswa terpelajar
Aku akan jadi pemimpin negara besar
Aku akan jadi pemersatu negeri, bersinar
Sayang, aku hanya berandai-andai
Sementara aku tetap malas belajar
Tak mau buka buku agar pintar
Tak mau membuka mata demi cita
Orang pun terlanjaur percaya
Aku hanya orang-orang bodoh
Tak tahu apa itu belajar
Tak tahu apa itu pintar
Tak mengerti apa itu terpelajar
Aku sudah tak tahu apa itu….
Belajar
Andai dulu aku rajin belajar

SEKOLAHKU

SEKOLAHKU

detik berganti detik
menitpun ikut berlari
hari silih berganti
bulan ikut meniti
tahunpun tak kuasa hindari
pergantian masa hingga kini
dipundakku melekat sebuah tas sekolah
dibahuku terangkat bet sekolah
disakuku logo sekolahpun tak mau tertinggal
surga masa depan ada di benakku
karena pendidikan adalah kekuatanku
dan buku pelajaran enggan pisah denganku
sekolahku …
pengabdianku,
ilmuku,
kucurahkan untukmu
semoga memenuhi pialamu

SUTI

Suti

Suti tidak kerja lagi
pucat ia duduk dekat amben-nya
Suti di rumah saja
tidak ke pabrik tidak ke mana-mana
Suti tidak ke rumah sakit
batuknya memburu
dahaknya berdarah
tak ada biaya

Suti kusut-masai
di benaknya menggelegar suara mesin
kuyu matanya membayangkan
buruh-buruh yang berangkat pagi
pulang petang
hidup pas-pasan
gaji kurang
dicekik kebutuhan

Suti meraba wajahnya sendiri
tubuhnya makin susut saja
makin kurus menonjol tulang pipinya
loyo tenaganya
bertahun-tahun dihisap kerja

Suti batuk-batuk lagi
ia ingat kawannya
Sri yang mati
karena rusak paru-parunya

Suti meludah
dan lagi-lagi darah

Suti memejamkan mata
suara mesin kembali menggemuruh
bayangan kawannya bermunculan
Suti menggelengkan kepala
tahu mereka dibayar murah

Suti meludah
dan lagi-lagi darah

Suti merenungi resep dokter
tak ada uang
tak ada obat

solo, 27 februari 88

BURUH-BURUH

BURUH-BURUH

di batas desa
pagi - pagi 
dijemput truk
dihitung seperti pesakitan
diangkut ke pabrik
begitu seterusnya

mesin terus berputar
pabrik harus berproduksi
pulang malam
badan loyo
nasi dingin

bagaimana kalau anak sakit
bagaimana obat
bagaimana dokter
bagaimana rumah sakit
bagaimana uang
bagaimana gaji
bagaimana pabrik? mogok?
pecat! mesin tak boleh berhenti
maka mengalirlah tenaga murah
mbak ayu kakang dari desa

disedot
sampai pucat
(solo, 4-86)

Teka Teki yang Ganjil

Teka Teki yang Ganjil (3)

Pada malam itu kami berkumpul dan berbicara,
Dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar..
Masing-masing berbicara tentang keinginannya
ang sederhana dan masuk akal

Ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur
di rumah kontraknya
Dan itu mengingatkan yang lain
bahwa mereka juga belum punya panci, kompor
gelas minum dan wajan penggoreng
Mereka jadi ingat bahwa mereka pernah
ingin membeli barang-barang itu
tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur
oleh keletihan kami,
Dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi

Ternyata banyak di antara kami yang masih susah
menikmati teh hangat
Karena kami masih pusing bagaimana mengatur
letak tempat tidur dan gantungan pakaian

Ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandisendiri
Dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen
dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun,
Kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum
yang sudah berlalu
Tiga partai politik yang ada kami simpulkan
Tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh
Mereka hanya memanfaatkan suara kami
demi kedudukan mereka

Kami tertawa karena menyadari
Bertahun-tahun kami dikibuli
dan diperlakukan seperti kerbau

Akhirnya kami bertanya
Mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekalengcat,
padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam
Mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh
untuk menyekolahkan anak-anaknya
Padahal mereka tiap hari menghasilkan
berton-ton barang

Lalu salah seorang di antara kami berdiri
Memandang kami satu-persatu kemudian bertanya:
‘Adakah barang-barang yang kalian pakai
yang tidak dibikin oleh buruh?’
Pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati
barang-barang yang ada di sekitar kami:
neon, televisi, radio, baju, buku…

Sejak itu kami selalu merasa seperti
sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
Dan teka-teki itu selalu muncul
ketika kami berbicara tentang panci-kompor-
gelas minum-wajan penggoreng
Juga di saat kami menghitung upah kami
yang dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi

Kami selalu heran dan bertanya-tanya
Kekuatan macam apakah yang telah menghisap
tenaga dan hasil kerja kami?

Kalangan, Solo, 21 September 93

Sehari Saja Kawan (2)

Sehari Saja Kawan (2)

Satu kawan bawa tiga kawan
Masing-masing nggandeng lima kawan
Sudah berapa kita punya kawan

Satukawan bawa tiga kawan
Masing-masing bawa lima kawan
Kalau kita satu pabrik bayangkan kawan

Kalau kita satu hati kawan
Satu tuntutan bersatu suara
Satu pabrik satu kekuatan
Kita tak mimpi kawan!

Kalau satu pabrik bersatu hati
Mogok dengan seratus poster
Tiga hari tiga malam
Kenapa tidak kawan

Kalau satu pabrik satu serikat buruh
Bersatu hati
Mogok bersama sepuluh daerah
Sehari saja kawan
Sehari saja kawan

Sehari saja kawan
Kalau kita yang berjuta-juta
Bersatu hati mogok
Maka kapas tetap terwujud kapas
Karena mesin pintal akan mati
Kapas akan tetap berwujud kapas
Tidak akan berwujud menjadi kain
Serupa pelangi pabrik akan lumpuh mati

Juga jalan-jalan
Anak-anak tak pergi sekolah
Karena tak ada bis
Langit pun akan sunyi
Karena mesin pesawat terbang tak berputar
Karena lapangan terbang lumpuh mati

Sehari saja kawan
Kalau kita mogok kerja
Dan menyanyi dalam satu barisan
Sehari saja kawan
Kapitalis pasti kelabakan!!

(12-11-94)

Satu Mimpi Satu Barisan (1)

Satu Mimpi Satu Barisan (1)

di lembang ada kawan sofyan
jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan
karena upah ya karena upah

di ciroyom ada kawan sodiyah
si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh
terbaring pucet dihantam tipes
ya dihantam tipes
juga ada neni
kawan bariyah
bekas buruh pabrik kaos kaki
kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat ya dia dipecat
kesalahannya : karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang

di cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin kami datang dia bilang
umpama dironsen pasti nampak
isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak ya amoniak

di cigugur ada kawan siti
punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk 24 jam
ya 24 jam

di majalaya ada kawan eman
buruh pabrik handuk dulu
kini luntang lantung cari kerjaan
bini hamil tiga bulan
kesalahan : karena tak sudi
terus diperah seperti sapi

dimana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
di mana-mana ada neni ada udin ada siti
di mana-mana ada eman
di bandung – solo – jakarta – tangerang
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan

satu mimpi
satu barisan

Bandung, 21 mei 92

Rabu, 18 Juni 2014

PEMUJAMU


PEMUJAMU
ABD. Rahman/Ame'

Masa semakin berubah karena waktu yang terus melaju
detik jam menjadi melodi tersendiri dalam kisahku
dan hidup menyisahkan ingatan yang hanya di isi olehmu

Tragis kisah percintaan pasangan yunani kuno memang tak serupa dengan kisahku
panjang cerita cinta dalam film Hollywood juga tak serupa dengan ceritaku
dan kisah kasih wayangan jawa yang selalu berakhir bahagia pun bukanlah mode kisahku….

Aku hanyalah daun kering yang ingin kembali hijau di ranting pohon
Aku bak si cebol memimpikan bulan seperti dalam goresan sastra terdahulu
Aku hanyalah pemujamu
merindumu dalam waktuku
mencintaimu dari jauhku
dan mendampingimu lewat mimpiku

Menatap mentari hingga kini tersenyum pada rembulan
Sejak sore dan kini menjelang pagi
dari awal bulan hingga akhir bulan 
Dari dulu hingga sekarang

Aku masih tetap sama….
Pemujamu dan pemujamu….

 

Surat Lusuh Untuk Kaum Muda


Surat Lusuh Untuk Kaum Muda
Karya : Abdul Rahman/Ame’ GPMD 


Kepada Kaum Muda Yang Agung.
Dari Ame’ dan Keluarga.

Salam Pelopor !!!

Mendung kini menyelimuti kota Parepare. Di samping komputer tempo doeloe dan di bawah sinar lampu yang sesekali padam karena sudah tak mampu lagi menemaniku di kala berkelana dengan pena. Namun kesetiaannya akan selalu ku kenang dan ketika Ia padam untuk selamanya, ku akan mencoba menuangkan ceritaku bersamanya dalam tulisan-tulisan seperti tulisan ku terdahulu. dan mungkin sepucuk surat lusuh untuk kaum muda ini adalah tulisan terakhir dimana sinarnya masih bisa ku nikmati. 
Saat menulis surat ini, sering kali ku menutup pena untuk sejenak berfikir apa yang akan kusampaikan padamu si kaum muda. Ku masih bertanya-tanya siapakah kaum muda itu ? siapa kalian ? siapa kalian yang seakan di daulat sebagai Agen Perubahan, dikatakan sebagai kaum yang mampu mengontrol kehidupan social, Kaum yang selalu di agung-agungkan. Tapi ku heran mengapa disaat kalian di puja puji, terkadang pula kalian di caci, di abaikan, di katakan perusak, di benci, di musuhi bahkan untuk di lenyapkan. Tapi ku yakin kalian bukanlah sosok misterius, kalian bukanlah sosok kaum yang seharusnya di lenyapkan. Oh iya, di dalam surat ini, aku juga ingin menyampaikan tapi mungkin lebih tepatnya mengingatkan kembali bahwa sekarang negeri kita, masyarakat kita, orang tua kita, kini telah di perlakukan seperti seorang budak di rumah sendiri. Kita bagaikan tuan rumah yang di jadikan budak oleh tamunya di rumah sendiri, dan sebenarnya kita pun Juga merasakan hal itu. Tapi masalahnya apakah kita merasa di perbudaknya ? Tentang perbudakan di negeri sendiri Mungkin kalian sudah tahu atau justru lebih tahu. Kalian pernah dengar tidak sesorang yang mengatakan bahwa jika ingin menguasai dunia kuasailah Indonesia terlebih dahulu. Perkataan itu juga mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kalian. Tapi pernah kah kalian berfikir bahwa betapa kayanya negeri kita sehingga orang itu mengatakan hal tersebut. Mungkin kalian juga sudah berfikir tentang itu sebelum aku memikirkannya dan memberitahumu. Itulah hebatnya kalian.
Kemarin malam aku duduk bertiga dengan mama dan adik kecilku di ruang tamu, lebih tepatnya kami sedang menikmati hiburan dari televisi kecil yang tergolong tua. Salah satu benda yang begitu mewah bagi kami. Kami tinggal bertiga di sebuah rumah kecil peninggalan Ayah, tepatnya berada di sudut kota yang begitu jauh dari kehidupan atau ramainya kota Parepare Sulawesi Selatan. Namaku Ame’, Aku sendiri sudah duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Umum. Adik kecilku masih belajar di sekolah dasar dan kesibukan mama sebagai buruh cuci dari tetangga-tetangga yang menggunakan jasanya.
Maaf soal perkenalan keluarga kecilku tadi, aku berfikir kalian akan bertanya-tanya bahwa siapa penulis dan pengirim surat ini jika aku tidak memperkenalkan diri. Sampai saat ini aku masih bingung untuk menetapkan isi atau inti dari suratku ini, tapi kalian harus tahu bahwa surat ini bukanlah surat yang bernada romantisme atau sesuatu yang bersifat ceremonial semata.
Saat menonton bertiga dengan keluargaku, aku menyaksikan puluhan orang dari kaummu yang melakukan aksi demonstran. Aku salut, kalian memang tidak salah di nobatkan sebagai penyambung lidah rakyat. Tapi jujur, aku takut salah dan menyesal telah mengatakan hal tersebut. Oh iya, aku mau bertanya, benderah merah, kuning, hitam, biru, dan sebagainya dan baju kuning, merah, biru, coklat dan sebagainya juga. Mengapa harus ada. Bukankah kalian satu dalam kaum muda ? mengapa harus berwarna-warni, mengapa harus terkotak-kotakkan. Aku juga sering mendengar perselisihan yang terjadi antara kalian sesama kaum muda. Apa karena perbedaan warna benderah dan baju tadi, tapi persoalan itu adalah persoalan kalian. Tidak usah kita perdebatkan. Sebelum meninggalkan topic perbedaan kalian, bagaimana jika perbedaan kalian, warna-warninya kalian berpegangan dalam satu gerakan, Satu tujuan. walau perselisihan kalian terjadi hanya karena perbedaan idiologi. Jika kalian ingin bersatu, kalian bisa mempertimbangkan saranku tadi. Bagiku tidak perlu untuk menjadi satu, cukup kalian bersatu.
Maaf jika aku yang banyak Tanya, yang jelas aku bukan wartawan. Aku hanyalah anak dari keluarga kecil yang masih merasa di jajah dan belum merasakan kemerdekaan. Penjajahan oleh system kapitalisme yang mungkin kalian lebih tau dan mengerti akan istilah tersebut.    
Kalian masih ingat tidak ribuan kaum muda terdahulu yang atas nama rakyat turun kejalan meneriakkan perlawanan terhadap rezim Soeharto dan berhasil menggulingkan Soeharto dan orbanya di ganti dengan reformasi. Ku pikir kita akan sejahtera setelah peristiwa itu, tapi ternyata tidak ! kita masih saja di di perbudak di rumah sendiri. Apa benar itu murni gerakan atas nama rakyat. Apa benar gerakan itu tidak di tunggangi oleh kelas borjuasi, atau jangan sampai gerakan itu justru settingan dari kapitalis juga. Tapi kalian lah yang lebih tau akan hal itu.
Setelah melihat kaummu sekarang ini, agak sedikit sulit untuk merealisasikan saranku tadi, bahkan hanya untuk mempertimbangkanpun juga mungkin tak dapat. Aku merasa rindu melihat warna-warni benderah berpegangan dalam satu barisan ketika melakukan aksi di jalanan, bagiku itu terlihat indah dan mengagumkan. Tapi ku kembali lagi mengatakan, mungkin sulit untuk itu. Tapi jangan sampai karena tujuan yang memang sudah berbeda di karenakan adanya kepentingan dari warnanya kalian. Kasihan jika memang sudah seperti itu.
Kembai lagi aku ingin bertanya  siapa sebenarnya kalian ? apakah kalian sadar dimana posisi kalian. Bukankah kalian juga yang di daulat sebagai kaum terpelajar. Jangan sampai dengan ilmu yang tinggi justru kalian gunakan untuk membohongi orang lain. Seperti  yang telah kita ketahui, negeri kita masih di jajah. Apa kalian sadar akan penjajahan gaya baru ini. Mungkin kalian belum sadar, tapi jangan sampai kalian sadar, namun tak mau bergerak untuk merubahnya atau apatis terhadap semuanya. Tapi aku tetap pada prasangka ku bahwa kalian itu orang-orang yang hebat.
Kalian tahu tidak apa itu kapitalisme ? jelas kalian pasti tau, aku yakin itu. Tapi apakah kalian juga tau apa dampak dari kapitalisme. Sekali lagi kalian juga pasti tau akan hal itu. Prasangka ku memang tidak meleset bahwa kalian itu orang-orang yang hebat. Jika kalian sudah tau semua, atau mungkin kalian lebih tau. Mana gerakan nyata kalian untuk membebaskan rakyat dari kedzaliman kapitalisme di negeri kita.
Aku hanya bisa memanggilmu kaum muda, maaf jika panggilan itu tidak terlalu keren di telinga kalian. Untuk akhir dari suratku, aku lagi-lagi berharap kalian sadar akan posisi yang mengerti kondisi hari ini. Maaf juga jika akau banyak Tanya, kalian tidak perlu menjawab semua pertanyaanku tadi. Bahkan kalian tidak usah mengirim surat balasan kepadaku. Dan untuk pertanyaanku yang menanyakan siapa kalian, juga tidak usah kalian jawab. Karena aku lebih tau siapa kalian di bandingkan kalian sendiri. Mungkin hanya itu kehebatanku.

Terima kasih….   
Parepare, 25 Februari 2014.


Jumat, 13 Juni 2014

Tamu Negeriku

Tamu Negeriku
Abd. Rahman/Ame'

Tamu telah tiba di tanah kita
Tak kita sadari dia telah lama tinggal di rumah kita
Makan dan minum seenaknya di dapur kita
Mandi dan Tidur sesukanya di rumah kita

Kau datang bukan untuk memberikan kebahagiaan padaku
Kau datang bukan untuk menjunjung kebenaran dan kedamaian
Tapi Kau datang untuk meracuni anak-anakku dan orang tuaku
Kau datang untuk menghancurkan nilai kemanusiaan yang ada di tanah airku
Kau datang membawa malapetaka bagi negeriku

Kau paksa kami melayani semua kebutuhanmu
kau paksa anak perempuan kami tidur dengan anak lelakimu
kau jerat anak-anak kami dengan ilmu-ilmu biadabmu
kau sengsarakan kami di tanah kami sendiri

Kini kami telah tunduk kepadamu
kini kami telah menyetor uang dan beras kepadamu
kini kami telah bekerja keras dengan modal yang kau berikan
kami telah menggarap tanah yang sedikit demi sedikit kau gusur juga untuk rumah kacamu
tapi mengapa kau masih belum puas dan lekas pergi
tapi mengapa kau masih memperalat anak-anak kami untuk kau jadikan robot-robotmu
tapi mengapa penindasan dan penghisapan belum kau hentikan
justru sekarang semakin tak terelakan

Akhirnya kesadaran telah terbentuk dalam diri kami
Setelah dialektika menjadi pedoman bagi kami
Akhirnya Gumam perlawanan mulai mendesis hingga menggelegar
Setelah benderah merah kini tertancapkan
dan menuntun jalan kami menuju penghancuran tiranimu
Kecaman telah kami lontarkan

Ternyata kau akan pergi dengan pengusiran
ternyata kau akan pergi dengan perlawanan
kami telah bangkit untuk melawan !!!

SAJAK TINTAH MERAH

Pejuang Rakyat di Jalan kiri

Pejuang Rakyat di Jalan kiri
 Abd. Rahman/Ame'

Sentakan kaki para pejuang rakyat
berirama teratur dalam barisan penuh dendam
dendam jiwa atas semua penindasan
menuju benderah merah yang telah tertanam
dan kemarahan yang telah sigap menerkam

Gerakanmu yang semakin tertuju mengancam
bersama lengan kiri yang masih kokoh teracungkan
dengan darah merah terus mengalir deras bersama semangatmu
menuju penghancuran tahta kesewenang-wenangan
menuju barisan jiwa kemenangan

Hai kau pejuang rakyat di jalan kiri
engkau mengabdi di jalan kiri
engkau berbakti dan di jalan kiri engkau berjanji
janji pembebasan rakyat bumi pertiwi

Hai kau pejuang rakyat
internasionale mengiringi langkahmu
kain merah membalut semangatmu
tangisan rakyat menuntunmu agar tetap maju
menuju penghancuran benteng tirani
menuju dunia Internasionale !

Sang Perindu

Sang Perindu
08 Maret 2014, Abdul Rahman/Ame’


Mendung memacu benci dan caci dari sang perindu
Di kala sang dewi memudarkan senyum kepada perindu
hancurlah sudah kasih antara perindu dan dewi yang sempat beradu

Begitu kejamnya mendung membawa pergi sang dewi
tertekuk dalam sepi kini perindu menanti
dan berharap dewi kan kembali


Terkutuklah kau mendung kata sang perindu dalam penantiannya
Gumam sang perindu menyatu dalam benci dan amarah
Dan amarah memuncak di kala hujan membasahi tubuh sang perindu
harapan dan penantian kini sirna di sapu angin dan hujan

Panjang waktu yang kan di lalui sang perindu
dan panasnya pancaran sinar dari sang raja akan ia lalui
dan kemudian ia akan menemui gelap
namun masih ia bertanya….
apakah dewi akan menepati janjinya
atau kah mendung belum bisa melepaskannya.

                                                                                    Parepare, 08 Maret 2014

Terima Kasih Untuk MARX

Ucapan Terima Kasih Untuk Marx
22 Februari 2014 oleh : Abdul Rahman/Ame’ GPMD


Masih duduk di tempat dimana kami selalu berteduh
Menyandarkan tubuh yang lelah tapi tak pernah menyerah
Tempat dimana kami menyusun gerak langkah di esok hari
Di mana sesekali kuberfikir akankah semuanya terus seperti ini

Kupercaya padanya si pembawa ajaran
Ku masih setia mengikuti pedoman-pedomannya
Kini mungkin ia tenang atau mungkin bahkan terbelenggu dalam penyesalan
Sesal karena dunia yang masih saja gelap
Gelap akan penghisapan, gelap akan penindasan
 
Kini kumandang Adzan mulai terdengar di sudut-sudut kota
Malam mulai menyelimuti kota tua dimana kini ku berada
Dingin malam seakan sudah bersahabat denganku
Dingin yang tak mampu lagi membekukan tulang-tulang
yang memang sudah sedari dulu terbakar
Terbakar api kemarahan dan benci akan kondisi hari ini
yang tak akan pernah lenyap jika tak ada perlawanan

Dalam sunyi malam, kami berdoa
apa yang menjadi cita-cita kami, apa yang menjadi solusi permasalahan rakyat
semoga tak bersifat utopis belaka

Terima kasih kami ucapkan padamu Tuan Marx
yang telah menjadi guru bagi kami kaum pelopor, kaum proletariat, kaum buruh
dan kaum miskin kota
Terima kasih atas strategi-strategi dan pedoman-pedoman dalam kitabmu
 walaupun kitab asli dan tulisan tangan mu sendiri susah kami temukan
dan maafkan kami jika bumiku Indonesia
tidak terlalu bersahabat ketika mendengar namamu dan ajaranmu
namun kami percaya semua itu adalah kontradiksi seperti yang kau ajarkan
dan kami pun percaya akan hukum dialektikamu yang pastinya semua akan berubah
 
Sekali lagi kami ucapkan Terima kasih
dan sampaikan pula terima kasihku pada kawan-kawanmu

Kami berjanji akan terus di garis perjuangan
kami akan melanjutkan perjuangan kawan-kawanmu
dan menggapai cita-citamu, cita-cita kawanmu dan cita-cita kita bersama
cita-cita rakyat pekerja, cita-cita rakyat tertindas

FIGHT FOR SOCIALISM
REVOLUTION FOR SOCIALISM

Jumat, 06 Juni 2014

SURAT UNTUK COMRADE

SURAT UNTUK COMRADE
 Dari Kawanmu Ame’


Kawan !!! ini suratku untukmu. Ada banyak kabar yang ingin aku sampaikan, ada banyak cerita yang ingin ku ungkit kembali. Yang jelasnya negerimu, negeri ku, negeri kita masih saja di huni para pedebah, namun perjuanganmu, perjunganku, perjuangan kita masih juga berlanjut dan ku berjanji tak pernah terhenti. Kusadar kau telah tiada, dan ku berharap kau tenang di alam sana dengan mimpi-mimpimu saat kita bersama. kurasa rindu akan gumam perlawanan yang fasih keluar dari mulutmu, mulut yang sering berucap “anjing” di depan penguasa di kala aksi, kurasa rindu gertakan yang mengelegar di depan benteng para pedebah, kurasa rindu saat-saat kita belajar, berorganisasi, dan berjuang bersama, dan kurasa rindu genggaman lengan kirimu dikala menuntun kami menuju penghancuran tirani.

Kamu ingat tidak saat kita turun ke jalan meneriakkan perlawanan dan menuntut hak kaum tertindas, kaum proletar kota maupun desa. Ku yakin mereka bangga akan tindakan kita. Kamu ingat tidak saat kita mengisi otak kita dengan teori-teori para pendahulu, ku yakin para pendahulu juga merestui teorinya kita jadikan pedoman. Dan mungkin kamu tertawa jika mengingat peristiwa dimana kita divonis kafir oleh beberapa pihak yang memang tak sepaham dengan kita, dan sekali lagi aku yakin Tuhan justru berpihak kepada kita.

Panjang jalan yang telah kita lalui bersama, panjang kisah yang telah kita goreskan dalam sejarah, sejarah yang mungkin saja terlupakan atau bahkan memang untuk di lupakan dan di lenyapkan. Kawan !!! anak-anak dan orang tua semakin di perbudak di negerinya sendiri, anak-anak di racuni dengan paradigma dan teori-teori dari pedebah. Anak-anak dan generasi kita tumbuh dan di besarkan untuk menjadi robot dan penindas baru berkat polesan terhadap pendidikan di negeri kita yang tak lagi mampu memanusiakan manusia tapi justru menjadikan robot para manusia dan itu “made in Capitalism”. Orang tua kita di paksa menggarap tanah yang semakin sedikit kita jumpai karna keserakahan gedung-gedung yang banyak di huni oleh kaum munafik, orang tua kita di paksa bekerja di pabrik-pabrik yang kesehatan dan kesejahteraannya yang telah di coret dan tak terdapat lagi dalam diary para budak/buruh. Dan parahnya, upah yang mereka dapatkan sangat minim dan masih tak mampu menutupi semua kebutuhan hidupnya.

Saat kau mengetahui bahwa negeri kita masih dijajah, saat kau telah membaca ceritaku tentang ulah para pedebah tadi. Mungkin kamu ingin turun dari singga sanamu dan merasa marah serta geram akan semua bentuk penghisapan yang di lakukan “si tamu negeri” para pedebah bangsat !
kamu tak akan pernah terlupakan kawan, kamu akan tetap ada dalam hati kami, namamu akan terselip dalam lagu yang menjadi pengiring di kala kembali ke jalan, dan semangat mu yang merah berani membalut kami saat berhadapan dengan musuh-musuh rakyat. Aku ingin bertemu denganmu kawan seperjuanganku, aku ingin tertawa bersama denganmu, rasanya aku ingin menyusulmu menghadap Sang Mahkamah. Tapi jangan berfikir bahwa aku lelah dan menyerah jika aku berkata seperti ini. Justru aku yakin Sang Mahkamah tak akan memanggilku jikalau mimpi dan perjuangan kita selama ini tak bisa aku raih dan memberikan hasilnya kepada orang tua dan anak kita, aku tak akan menyusulmu sebelum bumi pertiwi terselamatkan dari racun pedebah! Dari racun kapitalisme yang kejam !

kau pernah mengatakan bahwa jika negerimu di huni oleh pedebah maka usirlah dengan Revolusi, jika tak mampu dengan revolusi dengan Demonstrasi, jika tak mampu dengan Demonstrasi, dengan diskusi. Tapi itulah selemah-lemahnya Iman dalam perjuangan !!!


Salam perjuangan !!!
Salam Internasionale !!!    
Ame’ SajakTintahMerah

TAMU NEGERIKU

Tamu Negeriku
Ame’ Left Proletar


Tamu telah tiba di tanah kita
Tak kita sadari dia telah lama tinggal di rumah kita
Makan dan minum seenaknya di dapur kita
Mandi dan Tidur sesukanya di rumah kita

Kau datang bukan untuk memberikan kebahagiaan padaku
Kau datang bukan untuk menjunjung kebenaran dan kedamaian
Tapi Kau datang untuk meracuni anak-anakku dan orang tuaku
Kau datang untuk menghancurkan nilai kemanusiaan yang ada di tanah airku
Kau datang membawa malapetaka bagi negeriku


Kau paksa kami melayani semua kebutuhanmu
kau paksa anak perempuan kami tidur dengan anak lelakimu
kau jerat anak-anak kami dengan ilmu-ilmu biadabmu
kau sengsarakan kami di tanah kami sendiri


Kini kami telah tunduk kepadamu
kini kami telah menyetor uang dan beras kepadamu
kini kami telah bekerja keras dengan modal yang kau berikan
kami telah menggarap tanah yang sedikit demi sedikit kau gusur juga untuk rumah kacamu
tapi mengapa kau masih belum puas dan lekas pergi
tapi mengapa kau masih memperalat anak-anak kami untuk kau jadikan robot-robotmu
tapi mengapa penindasan dan penghisapan belum kau hentikan
justru sekarang semakin tak terelakan


Akhirnya kesadaran telah terbentuk dalam diri kami
Setelah dialektika menjadi pedoman bagi kami
Akhirnya Gumam perlawanan mulai mendesis hingga menggelegar
Setelah benderah merah kini tertancapkan
dan menuntun jalan kami menuju penghancuran tiranimu


Kecaman telah kami lontarkan
Ternyata kau akan pergi dengan pengusiran
ternyata kau akan pergi dengan perlawanan
kami telah bangkit untuk melawan !!!


SAJAK TINTAH MERAH

KETIKA

KETIKA
Ame’ LeftProletar 


Ketika gumam perlawanan tak lagi terdengar
ketika gertakan orator tak lagi menggelegar
ketika sajak tak mampu lagi memproklamirkan perlawanan
di saat itu pula jiwa raga dan kebenaran di lenyapkan

Ketika dialektika tak lagi di benarkan
ketika kritik mulai di bungkam
ketika keprogresifan tak lagi di hiraukan
di saat itu pula para pedebah berhasil menciptakan
manusia robot dari carut marutnya pendidikan

Ketika kaum muda tak lagi berpegangan
ketika kaum muda bukan lagi agen perubahan
ketika kaum muda tak mampu lagi merangkul rakyatnya
di saat itu pula kaum muda menjadi kaum yang hina dan arogan

Tapi.... ketika gumam revolusi mulai mengancam
Tapi.... ketika dialektika menjadi pedoman
dan tapi.... ketika kaum muda dan rakyat maju bersama untuk perubahan
di saat itu pula perjuangan penghancuran tirani
akan melahirkan kebenaran dan kedamaian
dan itu sebuah keharusan.

SAJAK TINTAH MERAH

 photo tyuuu_zpsc6ef6817.jpeg"/>" /> KPA photo 10169318_1490733947824313_8365615283135808455_n_zps90846386.jpg" /> Ame Mayday photo 20140502_110353_zpscef26929.jpg" /> gpmd photo 1012032_1446233695607672_1066147129_n_zps3f4d6c09.jpg" />  photo nbv_zpsc8429ade.jpg"/>" /> gpmd4 photo 1491_678730012152865_1221172235_n_zps4dfde858.jpg"/>" /> gpmd3 photo 1491_678730012152865_1221172235_n-Salin_zpsf038dc5f.jpg"/>" /> gpmd2 photo 1491_678730012152865_1221172235_n-Salin-Salin_zps3b3d0b92.jpg"/>" />  photo --9-98-89-98-967_zpsb0261f2e.jpeg"/>"/>" />