Kamis, 11 September 2014

TIDUR SAJA

TIDUR SAJA
Cerpen Karya Akrimah Az-zahrah


Saya baru saja bangun ketika partikel-partikel cahaya merembes lewat jendela kamar saya. Kepala saya masih sedikit pusing setelah meneguk bergelas-gelas minuman kesukaan saya. Saya sampai tak sadarkan diri karena terlalu menikmati. Semalam, saya masih mengingat supir pribadi saya membopong saya pulang dari bar tempat saya dan teman-teman menghilangkan kejenuhan. Saya memang mudah untuk jenuh. Setiap kali ada masalah, saya melarikan diri kedalam segelas wine.

Ini masih pukul 09 pagi. Saya tidak biasa bangun sepagi ini. Istri saya sedang pulang ke kampungnya. Katanya bosan hidup dengan saya. Padahal, saya masih ingat ketika dia sering mengejar-ngejar saya hanya untuk mengatakan bahwa saya juga menyukainya. Akh..terlalu banyak wanita cantik didalam kepala saya. Saya bisa menemui mereka dimana saja saya mau.
“Siapa suruh kau mau nikah denganku?!” umpatku padanya beberapa malam lalu.
“Kamu yang mestinya dipertanyakan! Kenapa bisa berubah begini? Jangan mentang-mentang kau kepilih jadi kepala partai kau seenaknya saja! Kau lupa? Bapakku yang membantumu!” ia balas memaki. Nampak jelas, butir bening jatuh dari kelopak matanya. Ia memang wanita naïf.
“Jangan salahkan aku! Kau yang terlalu bodoh dan tidak becus jadi istri! Dulu aku Cuma ikut katamu saja! Siapa yang minta aku gabung di partai bapakmu! Kamu dan bapakmu sama saja! Gampang dibodoh-bodohi!!”
“Aku pulang nanti malam! Jangan cari aku!”
“Terserah kau saja! Aku tidak akan cari!”

Terserah wanita itu saja. Saya memang tidak akan ambil pusing. Memang, saya merasa terlalu kejam. Menghisap dayanya habis-habis setelah mengakali bapaknya lalu menelantarkan. Tapi sekali lagi, saya terlalu sibuk dengan dunia saya sendiri. terlalu banyak wanita cantik diluar sana. Beberapa pekan lalu, seorang teman menawari saya seorang perempuan yang baru ditinggal suaminya. Saya terima saja. Dia masih bersih katanya. Kami bertemu dan saya mulai sok menjadi ksatria untuk hidupnya. Namanya Nilam.
“Aku tidak pernah menyangka dia akan tega..”
“Tenanglah, tenangkan dulu pikiranmu. Dunia ini memang penuh masalah..”
“Kamu benar. Terlalu penuh kebohongan bukan?”
“Ya. Dan kurasa, kamu perlu mencari yang benr-benar setia padamu. Dia tidak hanya setia, tapi bisa jadi pemimpin yang baik. Seorang pimpinan satu organisasi besar misalnya. Partai..” saya mulai mengiklankan diri saya.
“Kamu sudah beristri bukan?” perempuan itu menatap curiga
“Uhmm..ya. Tapi dia bukan perempuan yang kucari. Dia perempuan paling bodoh! Dia jarang di Rumah. Untung kami belum punya anak. Aku tidak lagi mencintainya bahkan memang tiak. Dia yang mengejarku dan memberikan apa saja yang kumau”
“Benarkah? Dia benar-benar bodoh. Betapa kamu adalah suami yang baik untuk dia”
“Aku tidak mengharapkannya lagi. Mungkin..mungkin kamu akan lebih baik dari dia” saya mulai mengeluarkan semuanya. Kebohongan dan kata-kata palsu saya.
“Aku ikut kamu saja. Tapi, kalian belum bercerai”
“Tenang saja. Dia tidak akan tahu. Dia kan bodoh!”
Setelah hari itu, saya hanya bertemu Nilam sekali lalu memutuskan komunikasi. Dia adalah perempuan bodoh peringkat kedua setelah Meri istri saya. Teman saya bertanya kenapa saya tidak mengangkat telepon dari Nilam dan mengganti kartu hape. Saya jawab saja, saya sedang sibuk mempersiapkan pesta ulang tahun pernikahan saya dengan Meri. Saya segera bangun menuju ke kamar mandi dengan perasaan malas.
[]

Ruang rapat hening. Setiap orang menyimpan kebingungan di kepala masing-masing. Para anggota forum sedang bingung. Ada masalah besar.
“Jadi, apa lagi langkah yang harus kita ambil? Masyarakat pada demo sana-sini. Mereka menuntut sekolah digratiskan!”

Karimin rekan seperjuangan kampanye saya dulu menyibak keheningan.
“Begini, bagaimana kalau kita gratiskan saja untuk sementara. Kan tinggal pura-pura bikin program saja semuanya lancar..”
“Alah! Mana mungkin? Kan ujung-ujungnya juga bisa kuras uang mereka sendiri!”
“Memangnya, kemana semua dana? Apa belum diserahkan ke dinas?”
“Hushh!! Kamu ini gimana toh? Kan sudah habis untuk biaya jalan-jalan kemarin!”
“Mestinya kita ganti dong! Bagaimana pun juga itu hak rakyat! Kita mau dikepung dan dilindas habis-habisan? Dimana wajah kita? Teganya!”

Bagus angkat bicara. Dia memang yang paling jujur dan bersih diantara kami semua. Tapi, sama saja bohong. Ujung-ujungnya semua akan lari ke uang. Saya melog out akun twitter saya dan pura-pura serius.
“Aduh..masak menyembunyikan hal yang begini saja tidak bisa? Yang penting tidak ketahuan siapa-siapa! Begini saja, kita sogok orang-orang yang suka demo itu! Kita lobi! Kita tawari ini itu! Pasti mereka mau! Kan mereka demo begitu karena uang juga kan? Apa susahnya sih!”

Kata saya, memberi usul. Bagus segera angkat bicara.
“Ar! Maksudmu apa? Nyogok? Sama saja bohong! Ini namanya keterlaluan! Bagaimana pun juga, kita yang harus ganti! Sya juga akan ikut ganti! Lalu cepat bawa uang –uang itu ke dinas!”
“Heh gus! Jangan sok kaya kamu! Biaya mahal tahu!”
“Arman, kemana gajimu selama ini? Siapa suruh juga kalian liburan mahal-mahal pakai uang curian! Kalian kira kalian ini siapa? Tidak punya malu sekali!”

Bagus berkobar semangatnya. Yang lain mengacuhkan dan pura-pura sibuk. Sebagiannya lagi Cuma bisa diam. Saya tidak mau kalah dengan dia. Saya juga harus pandai cari perhatian.
“Cukup cukup! Kalau memang tidak mau ganti, biar saya yang ganti! Gus! Simpan uangmu! Kamu kan tidak ikut! Biar saya yang tanggung jawab..” saya diam sejenak untuk minum.
”..kalau perlu saya akan krim buku-buku bacaan ke setiap sekolah! Gimana?”
“Saya setuju! Kami setuju! Semuanya setuju!”
Saya kembali duduk dan merasa menang. Saya bisa melihat jelas Bagus pasti iri. Saya berhasil mengalahkan dia. Saya dipihak yang menang dan mayoritas. Dia minoritas. Setelah rapat itu, saya menjalankan semuanya. Kecuali dana. Semuanya hasil penjualan perhiasan istri saya di lemari. Saya memang pandai dan handal dalam mendongeng dan menyimpan rahsasia.
[]

Saya pulang ke Rumah tanpa beban. Masuk ke kamar dan merebahkan tubuh ke atas spring bed impor. Nyaman sekali setelah seharian menghadapi banyak urusan. Tapi, sebanyak apapun pamor saya akan terus naik sebab saya memang cocok bekerja seperti ini. Memakmurkan rakyat. Ada yang mengetuk pintu, saya persilahkan. Ternyata pembantu saya, Ina. Jangan salah, pembantu saya ini tamatan universitas ternama. Saying dia ditolak dimana-mana karena kalah dalam hal sogok menyogok. Untung saya berbaik hati memungutnya.
“Umm..anu tuan, mau dibawakan makanan?” Tanya Ina dari luar pintu.
“Tidak perlu. Saya capek. Oh ya, bawakan saya jack saja!. Kamu ngerti kan?”
“Iya tuan. Tapi bukannya kata dokter tuan jangan banyak minum, nanti..”
“Tidak usah dengar kata dokter! Mereka kebanyakan nakut-nakutinnya! Biaya berobat ke luar negeri juga tk mahal amat kok!”
“I…iya tuan..tunggu sebentar”

Ina langsung pergi mengambilkan minuman ritualistik saya. Malam ini saya mau mabuk saja. Mimpi indah dan lupa soal urusan-urusan yang sering bikin kepala saya penuh. Saya melihat hape, ada pesan baru dari seseorang. Nilam!. Dia mengancam saya lewat esemes tajamnya. Dia menuntut saya dan bersumpah untuk menjatuhkan saya. Akhhh bagaimana bisa perempuan sebegini tololnya? Saya tidak pernah janji muluk-muluk pada Nilam. Kecuali sempat menyentuhnya, Saya akui itu. Dia minta pertanggung jawaban. Dasar sok suci!.
“Tuan, ini minumannya..sama botolnya sekalian”
“Hem..simpan di meja!”
“Tuan…”
“Apalagi?!”
“Tadi nyonya datang nyari tuan. Saya bilang sedang keluar..”
“Bilang apa dia?”
“Katanya, nyonya minta semua barang-barang termasuk rumah ini segera dikosongkan. Ini kan rumahnya”
“Apa? Serius kamu? Sial!! Gimana bisa? Jadi dia kira saya ini mainan? Saya tidak sebodoh dia!”
“Yang pasti, nyonya bilang begitu”
“Kamu keluar dulu sana! Saya mau istirahat! Jangan ganggu saya! Kalau ada yang nyari, bilang lagi rapat paripurna! Tidak bisa diganggu!”
“Iiiiyaaa tuan..”
Ina segera keluar membawa muka pucat dan kecutnya.
Saya mengunci pintu rapat-rapat. Tidak ada yang boleh mengganggu saya. Malam ini milik saya.
Kepala saya masih penuh dengan masalah menumpuk yang tidak selesai. Saya memang kelihatan santai saja. Tapi kadang, saya menyimpan sedikit rasa takut. Takut ketahuan seperti teman-teman saya dan berakhir di penjara atau soal Nilam. Belum lagi Meri yang ingin mengambil semua harta miliknya. Harta selama ini memang miliknya. Saya mulai sedikit menyesal karena tidak sempat memperdaya Meri sampai dia kering. Saya membuka tutup wine di atas meja dan mulai meneguk minuman itu. Nikmat sekali. Dihadapan saya semuanya menjadi serba absurd. Dinding kamar saya yang tadinya putih berubah jadi warna-warni. Seperti es putar jajanan saya waktu SD. Lampu kamar saya yang Kristal berubah seperti api. Tiba-tiba plafon kamar saya seperti memburatkan darah dari celah-celahnya. Tirai kamar yang tadinya krem lembut berubah seperti memendarkan cahaya merah. Api. Saya meneguk lagi dan lagi. Saya seperti melayang. Dimata saya segala sesuatu menjadi spiral. Ada lubang kecil ditengahnya, menjelma jadi lebih besar an hendak menghisap tubuh saya. Saya masih merasakan botol wine jatuh ke lantai dan pecah jadi beling. Tak lama, seperti seribu kunang-kunang menyergap mata saya. Setelah itu, semuanya jadi gelap.
[]

Mata saya masih kabur. Cahaya lampu putih menyilaukan saya. Mata saya lalu terbuka sempurna. Disamping saya terlihat jelas Meri berdiri memasang mukanya-tak lagi naïf tapi seperti juragan hendak menagih utang. Dia tidak kelihatan sedih dengan keadaan saya yang melemah. Kepala saya masih pusing dan kehadirannya meluruhkan harapan saya. Saya mengira dia akan menitikkan air mata atau sekadar beerwajah cemas. Tapi tidak.
“Bangun kamu brengsek! Pecundang! Pembual! Jangan pura-pura lemas! Kamu harus bangun dan kembalikan semua hartaku! Aku akan ke Amerika malam ini!”

Meri memekikkan telinga saya. Saya agak terganggu dengan itu. Kepala saya tambah berat dan pusing. Saya sulit berbicara.
“Kamu lihat? Dia bahkan pura-pura bisu sekarang!”

Kata Meri pada seorang pria disampingnya.
“Tenang Meri, dia pasti sedang sakit berat. Kamu jangan jadi temperamental begini dong. Lusa kita sudah akan menikah”
“Tapi dia ini laki-laki bejat! Kamu harus tahu itu!”

Meri menjelek-jelekkan saya dihadapan pria disampingnya. Penglihatan saya benar-benar terganggu. Seperti ada kabut. Saya berusaha menggapaikan pandangan pada pria itu. Saya berusaha sebisa mungkin. Kepala saya dongakkan kearah suara pria itu. Sedikt kabur, saya mengenali pria itu. Teman saya, si Bagus. Hati saya benar-benar lebur. Mereka lalu keluar dari ruangan dan bertemu dokter.
“Suami ibu keracunan minuman oplosan bu”
“Apa? Oplosan? Hahaha..”
Saya mendengar Meri malah menertawai saya. Minuman oplosan? Saya benar-benar bodoh tidak mengecek keaslian minuman itu! Tapi saya memang tidak akan semapat. Saya ingat, pesan dari Nilam. Dia pasti pelakunya. Saya kembali mengingat-ingat wajahnya. Pikiran saya menjadi tidak karuan. Semoga setelah keluar dari sini, saya bisa balas dendam.

Tiba-tiba, sesosok makhluk aneh muncul tepat di depan muka saya. Tubuhnya membiaskan cahaya putih. Seperti malaikat.
“Kau ada masalah?” malaikat itu bertanya.
“Saya ingin balas dendam pada Nilam!”
“Ada lagi? Ceritakan saja..”
“Akh..mestinya tadi saya tidak perlu sadarkan diri. Hidup saya terlalu puitis rasanya. Siapa nama kamu?”
“Aku tidak bernama. Utarakan saja semuanya, mungkin kamu bisa lebih tenang” kata malaikat itu. Rupanya ia baik hati.
“Hidup ini penuh masalah!! Saya capek! Baru kemarin saya bisa mandi uang. Tiba-tiba saya disini, tanpa seorang pun menanyai keadaan saya! Semua ini gara-gara Nilam!! Meri! Si perempuan jalang itu! Beraninya memamerkan si Bagus yang sok jujur itu di depan saya! Tidak punya perasaan! Kau tahu? Mungkin sekarang KPK sedang mencari-cari saya”
“Ohh, itu masalahnya”
“Ya, punya solusi?”
“Ada”
“Apa?”

Malaikat itu mengusapkan telapak tangannya di wajah saya.
“Tidur saja..”

Maaf bu, kurang bagus. Baru nulis lagi soalnya..
Mungkin ada beberapa yang harus diedit

PROFIL PENULIS
Akrimah Az-Zahrah. Lahir 27 November akhir tahun 1998 yang terlalu cepat lahir. Berkacamat minus dengan tubuh kurus. Tidak mirip dengan ayah ataupun ibu. Tidak terlalu popular untuk diberi tepuk tangan. sehari-hari bersekolah di SMA islam athirah boarding school Bone. alamat facebook di Akrimah shafiyyah zaraa

0 komentar:

Posting Komentar

 photo tyuuu_zpsc6ef6817.jpeg"/>" /> KPA photo 10169318_1490733947824313_8365615283135808455_n_zps90846386.jpg" /> Ame Mayday photo 20140502_110353_zpscef26929.jpg" /> gpmd photo 1012032_1446233695607672_1066147129_n_zps3f4d6c09.jpg" />  photo nbv_zpsc8429ade.jpg"/>" /> gpmd4 photo 1491_678730012152865_1221172235_n_zps4dfde858.jpg"/>" /> gpmd3 photo 1491_678730012152865_1221172235_n-Salin_zpsf038dc5f.jpg"/>" /> gpmd2 photo 1491_678730012152865_1221172235_n-Salin-Salin_zps3b3d0b92.jpg"/>" />  photo --9-98-89-98-967_zpsb0261f2e.jpeg"/>"/>" />